Selasa, 31 Maret 2009

SOLANGE - VIVA LA VIDA

I used to rule the world
Seas would rise when I gave the word
Now in the morning I sleep alone
Sweep the streets I used to own

I used to roll the dice
Feel the fear in my enemy's eyes
Listen as the crowd would sing
"Now the old king is dead! Long live the king!"

One minute I held the key
Next the walls were closed on me
And I discovered that my castles stand
Upon pillars of salt and pillars of sand

I hear Jerusalem bells a ringing
Roman Cavalry choirs are singing
Be my mirror, my sword and shield
My missionaries in a foreign field

For some reason I can't explain
Once you go there was never
Never an honest word
And that was when I ruled the world

It was the wicked and wild wind
Blew down the doors to let me in
Shattered windows and the sound of drums
People couldn't believe what I'd become

Revolutionaries wait
For my head on a silver plate
Just a puppet on a lonely string
Oh who would ever want to be king?

I hear Jerusalem bells a ringing
Roman Cavalry choirs are singing
Be my mirror, my sword and shield
My missionaries in a foreign field

For some reason I can't explain
I know Saint Peter won't call my name
Never an honest word
But that was when I ruled the world

I hear Jerusalem bells a ringing
Roman Cavalry choirs are singing
Be my mirror, my sword and shield
My missionaries in a foreign field

For some reason I can't explain
I know Saint Peter won't call my name
Never an honest word
But that was when I ruled the world

Minggu, 29 Maret 2009

Review Album: Black Roses - The Rasmus


Pertama kali mendengarkan komposisi The Rasmus dari album teranyar mereka adalah single ‘Justify’ yang menyentuh di hati. Memang sedikit mengingatkan pada Linkin Park atau Dashboard Confessional. Tapi melodi dari komposisi ini memang sangat kupinggenic. Coba perhatikan liriknya

Someone as beautiful as you could do much better it's true
That didn't matter to you I tried so hard to be the one
Its something I couldn't do Guess I was under the gun
Give me a reason why would you want me to live and die, live a lie
You were the answer, all that I needed to justify, justify my life
It's only right that I should go and find myself
Before I go and ruin someone else

Justru single pertama dan komposisi pembuka dalam album Black Roses ini, ‘Livin In A World Without You’ belum begitu mencuri perhatian saya seperti ‘Justify’. Meski sama bagusnya.

Dalam album ini The Rasmus memang menunjukkan perbedaan dengan album-album sebelumnya karena lebih melodius rock. Sedikit sentuhan gaya rock 80-an terasa di album ini. Album ini menunjukkan keberanian mereka dalam mengeksplorasi gaya bermusik rock mereka. Ketimbang mandeg dalam gaya alternative rock yang nampak pada dua album sebelumnya, Dead Letters dan Hide From The Sun. Semua komposisi dalam album ini memang sangat gampang untuk disukai.

Tetapi yang ada beberapa yang cukup menonjol karena aransemen yang mencuri perhatian saya. Misalnya Ghost of Love dan The Fight yang sama-sama dominan dengan permainan gitar listrik dengan tempo cepat. Tetapi pada The Fight yang tempo gitarnya justru lebih cepat dipadukan dengan aransemen strings violin yang memberikan kesan megah dan nostalgia 80-an. Sementara track ‘Run To You’ pada bagian outro-nya menarik karena menggunakan backing vocal alunan choir sehingga terkesan sedikit spiritual.

Permainan solo gitar Pauli Rantasalmi itu juga cukup adiktif untuk dinikmati. Dan yang buat saya cukup menyenangkan adalah vocal dari Lauri Ylonen yang powerful tapi tidak ngotot. Juga interpretasinya pada lirik lagu-lagu dalam album ini. Dibantu oleh produser Desmond Child, yang berpengalaman dalam menangani Aerosmith, Kelly Clarkson, Bon Jovi, nampaknya The Rasmus akan menuai sukses lagi dengan album ini.

Album The Rasmus ini, Black Roses, menurut saya memang sedap sekali buat telinga kita. Harus dimiliki.

Track List:
1. Livin’ in a World Without You
2. Ten Black Roses
3. Ghost of Love
4. Justify
5. Your Forgiveness
6. Run To You
7. You Got It Wrong
8. Lost and Lonely
9. The Fight
10. Dangerous Kind
11. Live Forever
PS: Thx 2 KA


Review ini dimuat di www.creativedisc.com

Review Album: The Alesha Show - Alesha Dixon


Album kedua Alesha ini, The Alesha Show, menawarkan keceriaan yang manis dan girly. Sepintas terasa sedikit nuansa bubble gum, tetapi Alesha juga berusaha tampil sedikit dewasa dengan beberapa komposisi yang sedikit lebih adult contemporary. Album ini kental dengan nuansa eklektik. Entahlah mungkin Alesha ingin menunjukkan musikalitasnya dan kemampuan vokalnya yang cukup lumayan dalam membawakan lagu upbeat maupun yang slow dengan berbagai genre mulai dari pop, dance, R&B, swing, soul, funk. Dibuka dengan intro ‘Welcome To The Alesha Show’, album ini nampaknya ingin menggambarkan nuansa pertunjukkan musical yang kompleks. Dilanjutkan dengan komposisi girly yang upbeat ‘Let’s Get Excited’, berlanjut dengan ‘Breathe Slow’ yang lebih slow meski tetap dengan beat yang membuat kita bergoyang. Selanjutnya kembali komposisi yang upbeat dan catchy ‘Cinderella Shoe’. Track keempat yang bernuansa swing yang juga menjadi single pertama dari album ini, ‘The Boy Does Nothing’. Coba perhatikan liriknya yang cukup menyentil

Does he wash up?
Never wash up

Does he clean up?
No, he never cleans up

Does he brush up?
Never brushed up

He does nothing
the boy does nothing


And if the man can't dance,
he gets no second chance


Setelah itu berlanjut dengan komposisi yang lebih chilled down, ‘Chasing Ghost’, komposisi ini langsung menjadi favorit saya. Sementara komposisi ‘Play Me’ lebih kental bernuansa rock and roll. Pada komposisi berikutnya, ‘Hand It Over’, Alesha menunjukkan nuansa R&B dan sedikit tempelan hip-hop. Dianne Warren menyumbangkan satu lagu yang menjadi track ke-9, ‘Do You Know The Way It feels’. Di track ini Alesha menunjukkan kemampuan vocal dan interpretasi yang keren dalam membawakan lagu berirama lambat. Lagu indah dan melodius ini langsung menjadi satu favorit saya. Timbre suara Alesha yang sedikit serak dan berat menjadi menonjol sekali dalam komposisi ini. Komposisi selanjutnya dengan strings section yang mendominasi dalam balutan nuansa pop, ‘Can I Begin’, juga menjadi favorit saya. Dalam ‘Italians Do It Better’, Alesha tampil dengan manja dalam balutan musik beraroma pop jazzy. Sangat kupinggenic dan langsung menjadi komposisi favorit saya juga. Komposisi upbeat berikutnya ‘Oh Baby, I Like It Like That’ agak sedikit monoton tidak terlalu catchy selain permainan gitar yang mendominasi sepanjang lagu. Sedangkan pada ‘Don’t Ever Let Me Go’ Alesha sukses memainkan irama yang bernuansa latin. Track ini juga menjadi komposisi favorit saya. Sementara penutup pada album ini adalah komposisi ‘I’m Thru’ yang juga sedikit bernuansa latin swing. Alesha ternyata cukup berbakat menulis beberapa lagu dalam album ini dibantu dengan penulis-penulis lagu lainnya Miranda Cooper yang telah menulis lagu untuk Sugababes, Girls Aloud dan Amanda Ghost yang membantu menulis lagu ‘You’re Beautiful’-nya James Blunt serta ‘Beautiful Liar’-nya Beyonce dan Shakira. Alesha juga dibantu dengan produser-produser macam Xenomania yang sukses menangani Sugababes, Soulshock yang pernah menangani Whitney Houston, Craig David, Luther Vandross, serta The Underdogs yang menangani Lionel Richie, Jordin Sparks. Dengan pendukung-pendukung orang di balik layar setangguh itu album ini memang layak untuk dimiliki.

Track List:
1. Welcome To The Alesha Show
2. Let's Get Excited
3. Breathe Slow
4. Cinderella Shoe
5. The Boy Does Nothing
6. Chasing Ghosts
7. Play Me
8. Hand It Over
9. Do You Know The Way It Feels
10. Can I Begin
11. Italians Do It Better
12. Ooh Baby I Like It Like That
13. Don't Ever Let Me Go
14. I'm Thru

PS: Thx 2 KA

Review ini dimuat di www.creativedisc.com

Review Album: Gabriella Cilmi - Lessons To Be Learned


Pertama kali menyaksikan Gabriella Cilmi, di televisi Australia dalam Sweet About Me langsung membuat saya jatuh cinta pada pendengaran pertama. Gaby, yang asal Aussie ini, memiliki warna suara yang sepintas mirip dengan Amy Winehouse. Tetapi jika diperhatikan lebih seksama, perbedaannya timbre Gaby terasa lebih ngerock, lebih berat dan kasar ketimbang Wino. Memang gaya rock Gaby bukan semacam Amy Lee, Avril, Shakira, Sherryl atau Alanis yang lebih kontemporer. Nuansa yang diusung Gaby lebih terdengar classic rock macam Janis Joplin. Tumbuh besar dengan pengaruh musik dari Janis Joplin, Jet, Led Zeppelin, serta Silverchair yang lebih kontemporer sepertinya yang mengasah bakat rocker Gaby. Dalam usia yang semuda itu ia mampu bernyanyi dengan teknik dan interpretasi serta penjiwaan yang sangat dewasa melampaui umurnya. Selain itu ia menciptakan hampir seluruh lagu di album perdananya ini. Mendengarkan Gaby dalam album ini memang terasa nuansa retro yang sedang fashionable dalam scene musik dunia belakangan ini. Tapi Gaby membawa warna baru dalam pop dengan sentuhan retro classic rock yang feminim. Yah memang bukan sekental warna retro rock yang ditawarkan oleh Lenny Kravitz. Tapi jika Kravitz terasa begitu old fashion hingga album terakhirnya tidak begitu bergaung, maka Gabriella Cilmi terasa begitu fashionably fresh saat ini. Dibantu oleh Xenomania, tim produser bertangan dingin yang sukses menangani Kylie Minogue, Sugababes, Cher, Sophie Ellis-Bextor, serta yang teranyar Girls Aloud, Gabriella menampilkan nuansa feminin retro classic rock dipadu lirik-lirik yang menyentil. Coba perhatikan penggalan lirik dari ‘Save The Lies’ ini,

You better treat me nice or
I'll come back to bite

Boy, just you wait and see I'll throw you in skin deep into reality
No, this ain't fantasy

Album Lessons To Be Learned ini memang layak untuk dimiliki. Sangat kupinggenic, cepat akrab di telinga dan mudah dicerna, meski tidak standard. Beberapa lagu yang menurut saya menggambarkan konsep album ini adalah ‘Save The Lies’, ‘Sweet About Me’, ‘Einstein’, ‘Sit In The Blues’, ‘Terrifying’. Sementara ‘Cigarettes and Lies’ dan ‘Echo Beach’ lebih terasa semacam new age rock, mengingatkan pada nuansa 80-an.

Track List:
1. Save The Lies
2. Sweet About Me
3. Sanctuary
4. Einstein
5. Got No Place To Go
6. Don’t Want To Go To Bed Now
7. Awkward Game
8. Safer
9. Cigarettes And Lies
10. Terrifying
11. Sit In The Blues
12. Echo Beach

Thanx to KA.

Review ini dimuat di www.creativedisc.com

Kamis, 26 Maret 2009

136 Original Music Albums

picture courtesy of fabrizio amoroso

It's uncontrollable
And I just can't help it

When I try to leave

And I'm right back at it

So uncontrollable

And I just can't hide it

When I try to leave

It keeps on pushing me

Uncontrollable

Uncontrollable - Adrienne Bailon



I don't want to show off. But I really need to reevaluate this phenomena that happens to me. I know I have it all on my work hard, my own money.

But the problem is, is it really what I want? Is it really my passionate to music?

Consider that some of them is just an instant compulsive buying while I was at the music stores.

Is there a corelation to the competition between me as a music addict and my friends who were also music addicts?

I really dont think so. Altough sometimes I feel jealous to their music collections. But I guess what really drives me crazy is the ex factor. Lolz. You know my ex friend with benefit, F124n05, as a music buyer for a big and legendary music store in my country has a huge collection of music library. And somehow maybe I want to show him that I can make my own music library without any help from him, without any free samples he didn't like then gave them to me, without any discounts that he could get from the distributors. I want to show him that I can build my own music collections with my own money. At first I tought I wouldnt have a free samples just like him. But here I am now, I can buy music albums with my own money but then I also can have free samples from the distributors.

Satisfied??

Nope. I think there still is a void in my heart. hix...
(T_T)

You can talk all you want but my skin is really thick
I’m the leader of a crowd and my game is really slick
I’m unstoppable
Unstoppable
Unstoppable
Unstoppable
Unstoppable - Kat DeLuna

CREDIT aka Acknowledgment

Image and video hosting by TinyPic


Di sini bukan berarti credit-credit buat belanja ya. Tapi credit dalam pengertian penghargaan terhadap seseorang, yah mungkin lebih tepatnya sih acknowledgement begitu.Meminta tolong seseorang untuk membantu kita, sudah selayaknya kalau kita berterima kasih. Baru-baru ini seorang pinoy mengungkapkan rasa terima kasihnya karena gw selalu say thanks utk setiap postingan musik2nya yang selalu up to date. Senang rasanya krn ternyata ungkapan terima kasih gw karena mendapatkan musik2 terbaru untuk karir menulis musik gw justru mendapatkan balasan yg besar artinya buat gw. Dan ternyata apa yang gw lakukan ini, sedikit banyak mulai membuahkan hasil berupa apresiasi dari kontak2 gw di belahan bumi lain.

Memberi dorongan semangat dan penghiburan bagi teman2 yg jauh di dunia maya yang sedang menghadapi berbagai masalah pun ternyata bisa memberikan arti yang mendalam. Setidaknya dari afeksi yg ditimbulkan, reaksi baliknya yang positif sedikit banyak memberikan arti baru dalam hidup gw. Gw tulus dan menjadi diri sendiri apa adanya, mereka menghargai. Gw tulus memberikan perhatian, mereka mengapresiasi balik juga. My life is becoming more meaningfull. Seandainya saja Nick tahu apa yang harus dilakukannya dengan hidupnya, berbuat lebih daripada sekedar bermain game online dan kemudian bunuh diri. Mungkin hingga hari ini dia masih akan hidup.



But I will run until my feet no longer run no more
And I will kiss until my lips no longer feel no more
And I will love until my heart it aches
And I will love until my heart it breaks
And I will love until there's nothing more to live for
Run - Amy Macdonald


Selasa, 24 Maret 2009

Review Album: Ashanti - The Vault


Album ini adalah album berisi kumpulan 14 lagu Ashanti sudah ditulis dan direkam Ashanti sejak 2001 tapi tak termasuk dalam album-albumnya yg telah dirilis. Album ini memang dirilis hanya secara digital sejak 14 Oktober 2008. Tapi di Jepang sudah dirilis secara fisik awal Februari ini. Memang dari judul albumnya The Vault terdengar seakan-akan produk gagal lagu yg telah menjadi stok lama di gudang. Tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Bagi penggemar Ashanti dan lagu2 R&B yang lebih modern klasik album ini adalah sebuah keharusan. Memang sejak album terakhir The Declaration yang dirilis pertengahan 2008 lalu yang bisa dikatakan gagal di pasaran, album The Vault ini seakan kurang bergaung. Apalagi Ashanti kurang merevitalisasi gaya bermusiknya. Sehingga seakan Ashanti terasa mandeg, di tengah-tengah hiruk pikuk interpretasi baru atas retro Soul music belakangan ini. Tapi bukan berarti album ini jelek karena tidak mengikuti genre music yang fashionable saat ini. Justru album ini sangat collectible. Saya yang tidak begitu menyukai Ashanti bisa jatuh cinta dengan banyak komposisi lagu di album ini. Bisa dikatakan album ini sangat klasik Ashanti. Beberapa komposisi terasa kental dengan nuansa ritmis hip hop dipadukan gaya melodius R&B Ashanti nampak pada sebagian besar komposisi lagu di album ini. Apalagi dengen eksplorasi bunyi-bunyian yang sangat beragam dan dinamis secara ritmis maupun melodi. Komposisi seperti ‘Let’s Do Something Crazy’, ‘Saw Your Face’, ‘Don’t You Need’, cukup upbeat untuk bergoyang ringan. Sementara pada komposisi yang menjadi favorit saya seperti ‘Show You’, ‘Pretty Little Flower’, ‘No Words’, ‘Girls In The Movies’, ‘Summertime’ terasa membuai telinga kita. Sedangkan ‘Satisfy’, ‘Mrs. So So’, ‘To The Club’ dengan bunyi-bunyian bernuansa electric akan menggairahkan yang mendengar untuk mengerakkan tubuh dengan lihai di lantai club. Yang menarik adalah pada komposisi ‘Let’s Do Something Crazy’, ‘Satsify’, dan ‘Gotta Get Out’ yang diproduseri dan diremix oleh Miguel “Migs” Baeza, seorang remaja berusia 15 tahun. Produser lainnya yang turut campur tangan adalah Kidd (DMX dan Foxy Brown) serta Nocko hit maker (Mary J Blige, Monica, Ludacris, Nelly, TI). Dengan produser bertangan dingin seperti mereka, lagu-lagu karya dan alunan suara Ashanti memang terasa nikmat di telinga.

Track List
1. Imagine Life
2. Don't Need You
3. Let's Do Something Crazy (featuring Flo Rida)
4. Pretty Little Flower (featuring J Star)
5. Where I Stand
6. Satisfy
7. Show You
8. Mrs. So So
9. No Words
10. Saw Your Face
11. Girls In The Movies
12. Summertime
13. To The Club (Remix)
14. Gotta Get Out (Migs Mix)

Review ini dimuat di www.creativedisc.com



Review Album: Daniel Merriweather - Love & War


Pertama kali mengenal Daniel Merriweather lewat karya Mark Ronson ‘Stop Me’ yang sukses mencuri perhatian saya dan membuat saya ingin bergoyang. Kekuatan DM itu menarik karena warna suaranya yang khas dan kemampuannya menginterpretasikan warna musik soul, folk, blues dan rock dengan gayanya sendiri. Di tengah-tengah serbuan penyanyi-penyanyi pria bergaya R&B, hip hop dan rock, kehadiran DM, yang asal Australia, dengan album ini merupakan oasis. Apalagi setelah jenuh dengan Amy Winehouse dan Duffy.

Album ‘Love & War’ ini merupakan album kedua DM. Sebelumnya ia sempat merekam album ‘The Fifth Season’ dibawah label Marlin Record, sayangnya album tersebut tidak dirilis ke pasaran, karena DM merasa label tersebut tidak cukup siap serta hasil akhir yang tidak sesuai keinginannya.
Mendengarkan album ini terasa seperti kembali ke era dimana komposisi yang bernyanyi menjadi dasar bagi vokalis untuk mengantarkannya dengan emosi yang hanya bisa diperoleh kematangan pengalaman.

Masih diproduseri oleh Mark Ronson. Komposisi yang ditawarkan lewat album ini cukup kupinggenic, tetapi tidak standar. Mengingat Mark Ronson cukup piawai mengulik musikalitas dari literature musik soul, blues, folk dan rock dekade 60an dan menjadikannya retro yang terasa segar di telinga masa kini. Dibandingkan dengan album Sasha nampaknya album DM terdengar jauh lebih kompleks dari warna musik retronya.

Kalau diminta untuk menentukan mana yang menjadi komposisi favorit saya, saya sendiri agak kesulitan. Saya menyukai seluruh komposisi di album DM ini. Tapi ada beberapa yang cukup kuat secara musikalitas menurut saya seperti pada komposisi ‘Impossible’ yang menjadi pembuka di album ini Selain itu ‘For Your Money' dan ‘Red’yang sedikit beraroma klasik soft rock, juga ‘Chainsaw’ serta ‘Cigarettes’ yang sedikit ngeblues dengan sentuhan solo gitar dan orgel. Meski komposisi ‘Giving Everything Away For Free’ bagian awal lagu sedikit pada ‘Diamond and Pearls’ dari Prince. Sementara komposisi ‘Giving Everything Away For Free’ mempunyai lirik yang menyentuh. Mereka yang menggemari Amy Winehouse dan Duffy pasti akan langsung menyukai album ini. DM adalah versi maskulin dari Amy Winehouse dan Duffy, tentunya memberi warna yang berbeda dalam peta musik saat ini. Album ini memang layak untuk dimiliki apalagi dengan kedinamisan beat maupun emosi serta lirik yang .

PS: thanks to Kyle


Track List:
1. Impossible
2. Could You
3. For Your Money
4. Chainsaw
5. Change
6. Water And A Flame
7. Cigarettes
8. Red
9. Getting Out
10. Not Giving Up
11. Live By Night
12. All The People
13. Giving Everything Away For Free
14. Bonus: You Don’t Know What Love Is




Review Album: Dido - Safe Trip Home


Setelah terakhir merilis album pada tahun 2003, penantian panjang penggemar Dido terpenuhi saat akhir 2008 lalu album ke-3, Safe Trip Home, dirilis. Pada album ini Dido masih bekerjasama dengan Rollo Armstrong, saudaranya sendiri, mengerjakan konsep bermusiknya. Ditambah dengan Jon Brion, yang pernah memperoleh dua kali nominasi Grammy untuk Best Score Soundtrack Album untuk film “Magnolia” dan “Eternal Sunshine of The Spotless Mind”. Brion juga pernah terlibat dalam album Keane, Kanye West, Fiona Apple dan Rufus Wainwright. Selain itu Brian Eno, Mick Fleetwood, Citizen Cope, dan Questlove.

Pada album ini Dido lebih terasa folk dan minimalis ketimbang album-album sebelumnya yang lebih kental pop sentuhan trip hop dan rock. Komposisi semacam ‘Us 2 Little Gods’, ‘Never Want To Say It’s Love’, ‘The Day Before The Day’, ‘Burnin Love’, ‘Northern Skies’ mungkin bisa mendeskripsikan konsep album ini. Album ini lebih terasa lambat dan mungkin akan membosankan bagi mereka yang mengharapkan nuansa musik yang dinamis dan semarak.
“Safe Trip Home” lebih terasa sebagai album akustik yang mengandalkan alunan suara Dido sebagai melodi sedangkan musik hanya sebagai rhythm saja. Nampaknya warna suara Dido yang lembut hendak ditonjolkan ketimbang musik yang semarak. Bahkan di komposisi yang lebih semarak seperti ‘For One Day’ pun, nuansa musik yang ditawarkan lebih terasa minimalis.

Di album ini nuansa yang lebih gelap dan mellow muncul dari Dido. Seperti pada lagu yang menjadi single pertama, ‘Don’t Believe In Love’. Coba perhatikan liriknya, ‘If I don’t believe in love nothing will last for me, if I don’t believe in love nothing is safe for me, when I don’t believe in love you’re too close to me and that’s why you have to leave’.

Demikian juga pada ‘It Comes And It Goes’ yang liriknya terasa gelap, ‘Some days I wanna, and some days I don´t
Sometimes I can feel it and suddenly it´s gone. Some days I can tell you the truth and some days I just don´t’.


Pada komposisi lain, track kedua dalam album ini, ‘Quiet Times’, ditulis Dido untuk mengenang ayahnya yang meninggal tahun 2006 lalu. Komposisi ini sempat digunakan untuk serial ‘Ghost Whisperer’ dan ’Grey’s Anatomy’. Komposisi ‘Grafton Street’ menjadi favorit saya karena lebih terasa dinamikanya dengan permainan flute yang membius. Komposisi lainnya yang menjadi favorit saya adalah ‘Look No Further’, ‘The Day Before The Day’, ‘Let’s Do The Things We Normally Do’, ‘For One Day’, selain ‘Grafton Street’ tentunya.

Album ini lebih terasa dewasa ketimbang album-album sebelumnya. Mungkin jika di album sebelumnya Dido lebih terasa ngepop karena ingin mengenalkan namanya. Maka album ini lebih sebagai sebuah pencapaian tahap dimana Dido merasa tidak perlu membuktikan kualitas musikalitasnya lagi. Memang terasa kurang komersil, tetapi sebenarnya musik Dido di album ini lebih sophisticated. Album kali ini lebih tepat jika dinikmati saat bersantai untuk cooling down ketimbang jika Anda ingin mengawali hari dengan semangat.

Track List:
1. Don’t Believe In Love
2. Quiet Times
3. Never Want To Say It’s Love
4. Grafton Street
5. It Comes And It Goes
6. Look No Further
7. Us 2 Little Gods
8. The Day Before The Day
9. Let’s Do The Things We Normally Do
10. Burnin Love (feat. Cititzen Cope)
11. Nothern Skies
12. For One Day
13. Summer
14. Northern Skies – Remix

Review ini dimuat di www.creativedisc.com


Review Album: Kerli - Love Is Dead


Album Kerli ini terasa sangat kupinggenic, cepat akrab di telinga dan mudah dicerna. Mendengarkan warna suara Kerli yang khas berpadu dengan aransemen musik pop, alternative rock, dengan sedikit sentuhan electro akan membuat hari kita terdengar lebih semangat. Kerli ini menurut saya merupakan perpaduan antara gelapnya Amy Lee, semangat Avril Lavigne, dan vocal perpaduan ala Nelly Furtado dan Shakira. Kerli memang memiliki bakat yang menjanjikan. Dengan berbagai kemenangannya dalam ajang-ajang semacam Idol di kawasan Eropa, Kerli mampu membuktikan bahwa dirinya memang mempunyai kualitas seorang bintang. Dan lewat kontrak rekaman dengan Island Def Jam, Kerli mampu menghasilkan album yang menarik ini. Lewat vocal dan musikalitasnya yang kuat, Kerli bisa saja memiliki karir yang panjang di dunia musik. Kerli sendiri menulis lagu-lagunya bekerja sama dengan musisi lainnya seperti Lester Mendez yang pernah menangani Shakira. Dibuka dengan komposisi ‘Love Is Dead’ yang menjadi judul album ini serta menjadi single pertama yang diluncurkan, diproduseri oleh David Maurice. Komposisi ini sangat mencuri perhatian dengan liriknya yang gelap. Meskipun sedikit mengingatkan pada gaya Amy Lee. ‘Walking On Air’, yang diproduseri oleh Lester Mendez, menjadi single pertama yang diluncurkan secara internasional. Single ini akan membuat dengan beat-nya yang midtempo sangat nikmat di telinga hingga membuat kita akan sedikit bergoyang. Komposisi ‘Creepshow’ akan menjadi single kedua yg dirilis internasional. ‘Creepshow’ sedikit mengingatkan pada Christina Aguilera pada ‘Fighter’. Beberapa komposisi lainnya, selain single-single, yang menjadi favorit saya adalah ‘Fragile’, ‘Heal’, ‘The Creationist’ dan ‘I Want Nothing’. ‘The Creationist’ mencuri perhatian saya sejak awal dibuka dengan dentingan piano yang melodius. Sementara kedinamisan ‘I Want Nothing’ dengan upbeat temponya-lah yang membuat saya menyukainya. Secara keseluruhan album Kerli – Love Is Dead memang layak untuk dimiliki karena memiliki warna musik, yang meski tidak baru, tapi Kerli mampu menawarkan sesuatu yang baru lewat lagu-lagu dan liriknya.

Track List:

1. Love Is Dead
2. Walking On Air
3. The Creationist
4. I Want Nothing
5. Up Up Up
6. Bulletproof
7. Beautiful Day
8. Creepshow
9. Hurt Me
10. Butterfly Cry
11. Strange Boy
12. Fragile
13. Heal

Review ini dimuat di www.creativedisc.com

Senin, 23 Maret 2009

JENS LEKMAN - SIPPING ON THE SWEET NECTAR

Lagi demen banget sama Jens Lekman setelah dapat albumnya. Setelah dari tahun lalu mendengarkan lagu2nya di youtube dan MP. Rasanya kok mukjizat bisa menemukan albumnya di Indonesia aja gitu.

You remember your first kiss?
Well how can I forget?
My hand still shivers
From the very thought of it

Well sometimes I almost regret it
Like I regret my regrets
I see myself on my deathbed saying
"I wish I would have loved less"

But that's when the feeling hits
So just lick your lips
These are the good times that you'll miss
When you are sipping on the sweet nectars
Of your memories

Just take a sip
And let it wet your lips
You won't understand all this until you're
Sipping on the sweet nectar of your memories

Last night I ran into my old life
Still waiting for someone at the station
Someone who never made it into my new life
So I called up Lisa
'cause she's my only friend
"Lisa I don't know anymore,
Every heartbeat needs a reason"

She said
"That's when the feeling hits
So just lick your lips
Can you smell the spring time in the breeze
You gotta start sipping on the sweet nectars
Of your memories"

I take a sip
I let it wet my lips
I think back on that kiss
I gotta start sipping on the sweet nectar

That's when the feeling hits

Minggu, 22 Maret 2009

MY ADDICTION to Music

Hmm bulan ini memang agak kelabakan dalam menangani kecanduan belanja CD musik gw. Awal Maret dibuka dengan The Feeling dan Jamie Scott & The Town.

Dilanjutkan sehari kemudian dengan Jason Mraz tidak satu tapi ketiga albumnya. Meski sudah memiliki album ketiganya, namun karena dirilis album ke-3 yang dilengkapi dengan versi Live EP & Live Show DVDnya. Jadilah ikutan membeli album ke-3 ini. Sabtu itu ditambah dengan koleksi Duffy *ini jg karena merasa mesti memiliki versi Deluxe Edition-nya meski sudah punya versi biasanya*, Lenka, Jennifer Hudson, satu album Indonesia Sisi, satu album terbaru Jikustik untuk teman di Jepang, satu album kompilasi lagu2 1980-an kenangan masa SD 'The Old Skool' produksi Singapura. Selain itu belanja Jikustik pesanan teman juga. Besoknya nih dilanjutkan belanja 3 keping Gugun & The Bluesbug yg satu buat gw setelah sekian lama berkeinginan memilikinya. Dua lagi untuk pesanan teman2 gw di Jakarta dan Semarang. Selain itu belanja album JFlow, dan beruntungnya saya mendapatkan Stacie Orrico dan Simon Webbe seharga Rp.25.000 sekepingnya.

Kemudian pertengahan Maret, beli lagu album Hush, sebenarnya sih produksi lama tahun 2005. Tapi yg membuat penasaran judul2 lagunya sih lagu nostalgia tapi musik dan liriknya sih benar-benar berbeda sekali. Musiknya pop, rock, folk gitu deh. Suara vokalis perempuannya juga khas banget.

Kemarin Sabtu baru saja membeli album Maliq sekaligus dua album. Hahahahaha tahu nih dulu gak terlalu suka, tapi sekarang malah kecanduan. Dilanjutkan dengan satu album Jikustik pesanan teman di Jepang. Kemudian Eric Clapton 'Complete', Jens Lekman yang asyik banget albumnya, dan Kubb yg tidak terkenal tapi lagunya asyik2 juga.

Dan ternyata ini masih ditambah lagi dengan memesan OL, MYMP, band asal Phillipina yg enak banget menginterpretasikan lagu2 nostalgia dengan cara mereka sendiri.

Dan yang paling mengesankan buat gw adalah pesanan CD yg hanya 2 awalnya, Jonas Brothers dan Keane, tapi ternyata malah berakhir mendapatkan bukan 2 tapi 5. Karena ditambahkan Rihanna yg Reloaded, Fall Out Boys, The Killers.

Kemudian kemarin ditutup dengan belanja Ryan Cabrera yang album pertama.

Duh bulan Maret ini memang koleksi CD gw meningkat drastis deh *pamer mode on*
Senang sih, meski kebanyakan bukan collectible items banget. Tapi ya mudah-mudahan sih dengan berjalannya waktu bisa menjadi collectible items.

I'm addicted to you
I'm addicted to you
I'm addicted to you
You're my addiction
I'm addicted to you
I'm addicted to you
I'm addicted to you
You're my addiction
Addiction - Ryan Leslie

Minggu, 15 Maret 2009

CHANGES - JAMIE SCOTT & THE TOWN

Little girl with your mother gone, so afraid nobody to tell
She's going through changes
Treating him don't mean a thing he don't trust you girl
He's going through changes yeah
When you're all alone nobody to lean on don't think so heavy
You're going through changes baby

It's just a little love, just a little hope
To fall down beside of you, and man you're flying
Just a little love, when a far wind blows, just to pick you up
Man you're flying, say yeah
You're flying yeah

Damn the world says the man who can't see his own kid
He's going through changes
How ironic that we used to be friends but right now girl we can't even pretend
We're going through changes

When the man inside don't even know how to react, i'll tell you something baby
He's going through changes lately

It's just a little love, just a little hope
A little rail wind blowing, man you're flying
Just a little love, when a far wind blows, just to pick you up
I said man you're flying, say yeah
Flying yeah

Mary you know you're life is so courageous
It's put upon you and the words you know
And you just cannot define the love you got inside of you
You know it's a strong wind holding you up

Just a little love, a little life
Fall down inside of you, and man you're flying
Just a little love, when a far wind blows, just to pick you up
Say man you're flying

Oh it's just a little life, oh just a little life
To fall down beside of you, man you're flying
Just a little love, when a far wind blows, just to pick you up
I said man you're flying, flying yeah.


changes - jamie scott & the town

Sabtu, 14 Maret 2009

KOLEKSI CD

Koleksi saya banyak?? Nggak baru juga 120-an. Itu juga bukan berisi CD koleksi2 langka. Hanya kebanyakan berisi album-album yang sebagian besar sedang ngetop saja.

Awal mendapatkan CD itu sekitar tahun 1990-an awal. Waktu itu masih di Batam. Saya memesan album Whitney Houston tapi ternyata kosong dan Ibu saya membelikan CD New Kids On The Block album pertama yang waktu itu sedang ngetop-ngetopnya dan akan merilis album kedua mereka pada musim panas 1990an.

Tapi karena CD mahal akhirnya baru pada 2007 saya mulai mengalihkan koleksi kaset menjadi digital, alias membeli CD. Soalnya tape deck, walkman saya rusak semua. Jadi bingung mau memutar dimana koleksi-koleksi kaset saya. Koleksi kaset sih masih sedikit juga. Cuma 170an. Dulu saya beli kaset masih pilih2. Mesti suara yang enak. Jangan harap saya waktu dulu membeli album karya musisi seperti Mraz.

Sekarang nih suara yang penting khas, ditunjang musiknya berkualitas dengan lirik yang catchy saya dengan senang hati membelinya. Mungkin itu sebabnya dalam 3 tahun koleksi CD saya sudah hampir menyamai koleksi kaset saya. Meski sedang berusaha untuk mendigitalkan koleksi kaset saya, tetapi rasanya sulit mengingat beberapa album sudah sangat sulit utk didapatkan.

Minggu lalu saat berbelanja di toko langganan, tempat F bernaung, salah seorang pegawai toko menelepon atasannya ada kolektor CD hendak menjual koleksi CDnya sejumlah 400 buah yang katanya sih cukup banyak yang langka senilai 50 juta.

Menarik sekali. Mudah-mudahan sih nggak sampai harus menjual koleksi CD yah. Amen.

DELUXE EDITION

Awalnya sih mulai jadi kolektor sejak masih SMP kelas 1. Waktu itu kaset pertama yang saya beli adalah album kedua Whitney Houston, yang berjudul Whitney. Dan sejak saat itu mulailah perburuan saya terhadap koleksi2 album musik dari musisi dunia yang menjadi fave saya. Dari Barbra Streisand sampai Barry White. Dari Dionne Warwick sampai Celine Dion. Yah namanya selera memang tidak terbatas waktu dan genre. Meski awalnya selera saya hanya melibatkan musisi yang masuk kategori vokalis, biduan dg kekuatan teknik vokal. Tapi lama kelama2an selera saya berubah mulai meluas ke arah musisi/vokalis. Yah sejak tahu nikmatnya mendengarkan suara musisi yang bisa menciptakan lagu sendiri tanpa vokal yang powerful tapi memiliki musikalitas yang tinggi. Cakrawala musik saya mulai meluas dan berubah.

Dulu album-album yang dirilis sih, paling adanya album studio, album rekaman live, dan album the best of.

Tapi di Indonesia sejak tahun 2004 - 2007 itu marak yang namanya album repackage. Entah maxudnya mungkin untuk meningkatkan penjualan. Sayangnya saya jarang tertarik membeli album karya musisi Indonesia. Mungkin karena mudah dimengerti, sementara untuk musisi luar kan mereka menggunakan bahasa Inggris, jadi lebih sulit dimengerti bahasanya, lebih menarik untuk dipelajari karena kadang2 apa yang tertulis mereka menggunakan ungkapan2 yang memiliki makna berbeda dengan rangkaian kalimatnya. Jadi memang lebih misterius saja karya musik musisi luar ketimbang musisi Indonesia.

Nah kalau di Indonesia ada istilah repackage, album musisi luar malah ada istilah Deluxe Edition. Biasanya sih album begini ada bonus track baru, atau rekaman live performance atau bahkan video music.

Yang bikin bete adalah kadang saya sudah beli CD karya musisi tersebut, ternyata beberapa bulan kemudian labelnya merilis versi Deluxe Edition-nya. Tentu bikin keki kan? Akhirnya saya karena menggemari artisnya juga penasaran ingin memiliki membeli lagi versi Deluxe Edition-nya. Koleksi lama saya akhirnya saya lungsurkan buat teman-teman yang memang penggemar musik, tapi tidak begitu beruntung bisa sering2 membeli CD seperti saya.

Entahlah mungkin itu adalah strategi dagang dari label-label besar di dunia dalam mengantisipasi penurunan penjualan album fisik artis2 dunia yang sampai 70% sejak 2001 hingga saat ini.

Yah buat saya yang penggemar musik ini, mau sekarang ada MP3 bajakan mah nggak akan pengaruh ke saya. Bukan sombong, tapi saya memang lebih suka beli aselinya karena saya menganggap membeli album musik secara fisik itu bagaikan membeli karya seni dengan harga lumayan terjangkau dari seniman dunia.

Saya suka membaca booklet covernya yang berisi lirik, credit tittle memuat musisi yang terlibat di dalamnya, bahkan sampai acknowledgment artis tersebut kepada mereka semua yang terlibat.

Buat saya membeli musik bukan hanya enak didengarkan, tapi juga mengerti konsep bermusiknya, sampai jenis alat musik yang mereka gunakan, choir dan backing vocalnya, genre musiknya. Itu menarik buat saya. Maklumlah saya designer, sejak kuliah selalu ditanya konsepnya apa. Jadi kebiasaan mengulik konsep itu terbawa hingga sekarang. Dan memang menarik sih.

cause we are living in a material world
And I am a material girl
You know that we are living in a material world
And I am a material girl
Material Girl - Madonna

BERBURU CD JASON MRAZ

Awalnya sih suka Jason Mraz itu gara-gara lagu Beauty In Ugly yang dipakai untuk soundtrack serial Ugly Betty. Duh lagu itu kayaknya buat gw banget deh. Yah setidaknya menyemangati gw untuk jadi diri sendiri dan tidak merasa minder dengan keadaan gw yg overweight begini.

Well if you wanna get free
And if you wanna do the passionate thing
And if you wanna get smart for the sake of your heart and oh,
You should own your name and stand up tall
And get real and see the beauty in ugly
And see the beauty in ugly

Beauty in Ugly - Jason Mraz

Nah dari situ baru kenal-kenal sepintas aja. Malah awalnya gak tahu sama sekali. Tahunya pas tahun 2006-2007 dengerin di Trax FM.

Pas kenal dengan ALX di salah satu blog, yg adalah die hard fans of Mraz baru deh gw mulai suka2 jg. Dan rupanya pengaruh JM itu bikin addicted mengingat musiknya yang oke dan lyric2nya yang dalam itu. Menyentuh lah dan bikin orang jadi kecanduan.

Awalnya sih baru Agustus 2008 gw beli album ketiganya. Terus akhir 2008, Desember akhir gitu, gw mulai ingin melengkapi koleksi album Mraz gw. Pesan punya pesan sampai January kok lama sekali gak datang2 pesanan gw itu. Sampai gw akhirnya pesan tiket konser Mraz di JJF awal Maret lalu.

Dan akhirnya gw memutuskan utk mencoba mencari pesanan2 CD dari penggemar Mraz lainnya termasuk ALX, DLN, & HRS. Dan akhirnya terkumpulan pesanan 3 CD album pertama, 3 CD album kedua dan 1 CD album ketiga yg ada bonus DVDnya.

Duh susah betul, baru akhir Februari gw dapat kabar pesanan gw sudah datang. Itupun hanya ada 3 buah. Langsung deh kelabakan karena itu berarti gw gak dapat apa2 dan teman2 gw pun gak lengkap pula yg dipesan.

Akhirnya dengan telepon sana sini, andalkan jaringan teman kolektor CD, akhirnya terkumpul juga sejumlah 7 CD tersebut. Duh kebayang deh repotnya selama beberapa hari berburu CD MRaz. Mulai dari Senayan, Tomang, Thamrin dan Sabang semua dijelajahi dalam dua hari. Bukan apa-apa di situ itu pusatnya sih. Jadi kalau di situ nggak ada CD2 kolektor ya jangan harap di toko2 CD biasa kita bisa dapatkan CD2 itu.

Dan yang menyebalkan harganya itu naik pula. Terutama di toko yang memang terkenal sbg toko kolektor. Bedanya masak sampai 15rb. Belum yang album ke3 bedanya sampai 30rb. Duh, bisa beli satu CD lain dong kalo selisih harga ditotal itu. Lumayan kan. Mana itu gw talangin semua dulu. Lumayan itu minggu lalu itu total belanja CD gw terbanyak deh sampai 7 digit. Tapi tetap ya punya gw habis 6 digit juga. Jadi dihitung2 tuh total pembelian CD gw sama total pesanan teman yah hampir seimbang lah. Duh pusing sekarang gak punya duit hahahahaha.

Padahal pengen beli Estelle, L'edisi dan lain-lain hix.......

Review Album: 16 - Adele

Image and video hosting by TinyPic


Pertama kali mendengar Adele adalah saat Channel V menayangkan videoklip yang berjudul Chasing Pavement. Saat itu kesannya seperti mendengarkan salah satu yang mirip dengan Amy Winehouse, karena warna suara yang sedikit serak itu. Tapi mendengarkan keseluruhan lagu di album ini barulah kita bisa melihat perbedaan yang sedemikian jauh dengan Amy Winehouse. Adele menawarkan sebuah musik yang tenang laksana kita sedang menikmati dessert dengan sentuhan kejutan di beberapa bagian. Pada lagu Daydreamer, First Love, Best for Last terasa sekali rasa folk yang menghanyutkan. Sederhana tapi menyentuh. Sedangkan Chasing Pavement, yang ditulisnya setelah keributan dengan mantan kekasih Adele, membawa kita pada nuansa ballad yang mengingatkan akan kegetiran cinta tapi tetap tidak terkesan cengeng. Satu lagu yang sederhana tetapi kuat secara emosional adalah Make You Feel my Love. Mendengarkan Adele membawakan lagu ini akan membuat kita merasa ada ikatan emosional dengan apa yang dinyanyikan Adele.
Lewat Crazy for You, Adele menawarkan warna soul dan blues yang sedikit kuat. Sedangkan Melt my Heart to Stone akan membawa kita pada nuansa retro dengan warna musik big band yang mengiringi.
Beberapa lagu2 yang middle upbeat tempo seperti Cold Shoulder, My Same, Tired dan Right as Rain, Adele membuktikan kalau ia bukan hanya penyanyi yang bisa membawakan musik2 slow.
Hometown Glory akan membuat kita terpesona pada kemegahan musik dan pesona Adele yang membius dalam lagu bernuansa pop ballada yang kuat.

When the evening shadows
and the stars appear
And there is no one there to dry your tears
I could hold you for a million years
To make you feel my love


VideoPlaylist
I made this video playlist at myflashfetish.com

Jumat, 13 Maret 2009

Review Album: Good News On A Bad Day - Sasha


Mendengarkan Sasha setelah sekian lama tak terdengar rasanya seperti memuaskan rasa penasaran saya. Sasha dengan vocal yang berkarakter kuat membuat saya menjadikannya salah satu vokalis pria favorit saya. Dalam album Good News On A Bad Day ini, Sasha benar-benar membawa good news bagi para penggemar lamanya seperti saya. Setelah sekian lama menawarkan pop kontemporer yang mulai terasa membosankan, Sasha mencoba menawarkan gaya retro rock and roll 60an. Sebuah pilihan yang cerdas di tengah-tengah serbuan retro soul 60an. Kekuatan materi album ini terasa jelas pada komposisi berjudul ‘Please, Please, Please’ dan ‘There She Goes’. Sementara ‘Good News On a Bad Day’, ‘High & Low’ sendiri menawarkan kelembutan soft rock yang melodius dengan petikan solo gitar yang menawan. Sedangkan ‘Growing Egos’, “Read My Mind’, ‘Wide Awake’ menawarkan kekuatan pop tradisional yang menonjolkan vocal dan penjiwaan Sasha lewat liriknya yang menyentuh. Pada komposisi seperti ‘Why Did You Call’, ‘Lipstick On The Mirror’, ‘Everybody’s Fool’ Sasha berhasil mengantarkan nuansa folk yang manis dan sederhana tetapi menyentuh. Sasha pada komposisi seperti ’15 Minutes Older’, ‘Life Designer’ akan membawa kita pada nuansa pop rock retro 80-an. Album ini secara keseluruhan terasa sophisticated sekaligus kupinggenic, cepat akrab di telinga dan mudah dicerna. Setidaknya lewat album ini, dengan materi yang baru dikemas dalam nuansa retro, Sasha berhasil menunjukkan kekuatannya sebagai vokalis yang semakin matang dalam eksplorasi musiknya.

Track List:
1. Please, Please, Please
2. There She Goes
3. Good News On A Bad Day
4. Growing Egos
5. Why Did You Call
6. 15 Minutes Older
7. Lipstick On The Mirror
8. High & Low
9. Read My Mind
10. Everybody’s Fool
11. Life Designer
12. Wide Awake


Review ini dapat dibaca di www.creativedisc.com



Review Album: The Distance - Taylor Hicks



Taylor Hicks meski menyandang gelar American Idol dengan penjualan album terburuk, memang tidak bisa disangkal memiliki kekuatan vocal yang berkarakter serta musikalitas yang mapan. Memang terasa tua bagi generasi yang muda. Tetapi sebenarnya apa yang ditawarkan Taylor Hicks adalah kekuatan musik yang tenang sekaligus elegan serta penjiwaan yang kuat. Taylor Hicks adalah seorang vokalis sejati, itu sebabnya albumnya menawarkan komposisi sederhana dikawinkan dengan lirik yang catchy serta dibalut dengan busana aliran musik yang kuat dan diolah dengan mendalam sehingga memikat pendengar dan penggemarnya. Lewat album ini Hicks menawarkan warna yang eklektik pop yang dipadukan dengan nuansa country, latin, soul, rock & roll serta blues yang cukup kupinggenic, cepat akrab di telinga dan mudah dicerna. Uniknya ramuan berbagai nuansa musik itu terasa pas komposisinya. Tak terasa berlebihan. Beberapa aransemen pada komposisi ‘The Distance’, ‘Seven Mile Breakdown’, ‘Keeping It Real’, terasa perpaduan antara soul dengan country yang nikmat bagi telinga. Sedangkan pada ‘One Upon a Lover’ Hicks dengan baik menginterpretasikan nuansa latin dipadukan dengan soul. Beberapa komposisi yang kental nuansa bluesnya adalah ‘New Found Freedom’, ‘Seven Mile Breakdown’, ‘I Live On A Battlefield’, ‘Wedding Day Blues’. Pada track terakhir ‘Woman’s Go To Have It’, Hicks berkolaborasi dengan alumni American Idol lainnya Elliot Yamin. Sebuah kolaborasi yang menarik karena keduanya memiliki warna suara yang mirip tetapi masing-masing memiliki karakter yang kuat. Dengan aransemen musik yang terasa jazzy dan kontemporer, keduanya berhasil mengantarkan sebuah musik yang sangat relevan saat ini..


Track List:
1. The Distance
2. What’s Right Is Right
3. New Found Freedom
4. Nineteen
5. Once Upon A lover
6. Seven Mile Breakdown
7. Maybe You Should
8. Keeping It Real – country rock
9. I Live On A Battlefield
10. Wedding Day Blues
11. Woman’s Got To Have It feat. Elliot Yamin


Review ini dimuat dalam www.creativedisc.com



Review Album: Fearless - Jazmine Sullivan



Mendengarkan Jazmine Sullivan bernyanyi seperti menggabungkan antara Alicia Keys, Eve, dengan Lauryn Hill. Pada single pertamanya Need You Bad terasa kental sentuhan reggaenya. Single yang diproduseri oleh dan juga berduet dengan Missy Elliott ini yang berhasil mencapai puncak Hot R&B/HipHop Billboard. Sementara pada single kedua Bust Your Windows terasa sekali nuansa retronya. Sedikit mengingatkan pada gaya Lauryn Hill. Pada singlenya yang kedua ini Jazmine dibantu oleh Salaam Remi yang membantu Amy Winehouse dalam album Back To Black. Dengan orkestrasi yang apik dipadu dengan vocal Jazmine yang khas dan sentuhan soul yang kental, single ini berhasil mencuri hati saya. Liriknya pun cukup catchy. Single ini terasa sekali nuansa Motown yang sempat kuat sepanjang 2007-2008 lalu. Single ketiga Lions, Tigers, & Bears juga terasa begitu kental dengan nuansa retro 60-70snya. Dalam single yang ditulis Jazmine dengan W. Mann ini disertakan sampling dari Salaam Remi Sheila’s Playground. Kekentalan nuansa retro 60-70s juga terasa pada track My Foolish Heart, One Night Stand, Live A Lie, In Love with Another Man, dan Switch. Tetapi yang membedakan Jazmine dengan Amy Winehouse dan Duffy adalah kekentalan R&B pada musik Jazmine. Apalagi Jazmine sukses memberikan sentuhan modern hiphop. Sentuhan itu sangat terasa pada komposisi seperti Call Me Guilty, After the Hurricane, Dream Big, Fear, Best Of Me. Mendengarkan album Fearless ini seperti mendengarkan sebuah perpustakaan musik hitam Amerika dengan rentang periode lebar yang disusun dengan apik. Sebuah album yang sangat artistik sehingga rasanya layak jika Jazmine berhasil menempatkan dirinya masuk dalam 5 nominasi Grammy tahun 2009 ini dalam kategori Best New Artist, Best Female R&B Vocal Performance, Best R&B Contemporary Album, Best R&B Song, dan Best Traditional R&B Vocal Performance.

Tracklist:
1. Bust Your Windows
2. Need You Bad
3. My Foolish Heart
4. Lions, Tigers, & Bears
5. Call Me Guilty
6. One Night Stand
7. After The Hurricane
8. Dream Big
9. Live A Lie
10. Fear
11. In Love With Another Man
12. Switch
13. Best Of Me


Review ini dimuat dalam www.creativedisc.com


Kamis, 12 Maret 2009

Review Album: Kanye West 808's & Heartbreak


Mendengarkan Kanye West di album ini bisa dikatakan, untuk pertama kalinya mendengarkan Kanye West lebih bernuansa melodius ketimbang ritmis. Namun bukan berarti bagi fans berat KW album ini terasa aneh. Setidaknya menurut saya album ini masih beatable mengingat gaya bernyanyi KW sendiri yang beatable krn pengulangan2 melodi secara ritmis. Album ini sangat memanjakan telinga kita pecinta musik dengan segala eksplorasinya. Sebagai seorang yang cukup disegani karena bakatnya dalam menulis lagu hip hop, KW tampaknya berusaha mengeksplorasi intelektual musikalnya dalam album ini. Rasanya album ini diluncurkan pada saat yang tepat, saat aliran musik mainstream sudah beralih lebih ke melodius ketimbang ritmis. KW menawarkan komposisi perpaduan ritmis yang menjadi ciri khasnya dengan bunyi-bunyian musik dengan sesuatu yang baru yaitu sisi melodiusnya KW dengan nyanyiannya serta kekuatan liriknya yang bercerita. Lagu-lagu yang ditawarkan menawarkan perpaduan antara R&B dengan sentuhan electro dan hip hop. Uniknya KW berhasil mengangkat ritme musik yang lebih klasik ala etnis Afrika dengan ritme electro yang lebih modern ala Eropa seperti yang terasa pada ‘Love Lockdown’. Komposisi yang menjadi pembuka dalam album ini adalah ‘Say You Will’ yang buat saya sangat kupinggenic tanpa terdengar standar karena ramuan bunyi yang menarik. Selain itu beberapa aransemen lain yang menjadi favorit saya adalah ‘Welcome To Heartbreak’, ‘Street Lights’, ‘RoboCop’, ‘Coldest Dream’. ‘RoboCop’ beraroma 80-an dengan perpaduan new age dengan sedikit sentuhan pop serta kekuatan R&B KW. Alunan komposisi strings dalam ‘Robocop’ sedikit mengingatkan pada single Madonna ‘Jesse’s Dream’. Sedangkan track lain yang menawarkan kekuatan rap KW adalah ‘Paranoid’, ‘Welcome to Heartbreak’. Dalam ‘Paranoid’ terasa racikan synthesizer yang belakangan menjadi trend kembali dalam scene dance music, agak mengingatkan pada Lady Gaga. ‘Coldest Winter’ sedikit bernuansa retro new age electro dance ala Depeche Mode tahun 80an.
Album 808’s and Heartbreaks ini dengan kekayaan nuansa bunyi dan komposisi yang melodius berhasil membuat saya mengalami love at a first hearing.

Track List:
1. Say You Will
2. Welcome To Heartbreak feat. Kid Cudi
3. Heartless
4. Amazing feat. Young Jeezy
5. Love Lockdown
6. Paranoid feat. Mr. Hudson
7. RoboCop
8. Street Lights
9. Bad News
10. See You In My Knightmares feat Lil Wayne
11. Coldest Winter
12. Pinocchio Story (Freestyle Live from Singapore)

Review ini dimuat di creativedisc.com

Rabu, 11 Maret 2009

GAY IDOL

Beberapa waktu lalu saya dan seorang teman yang berkecimpung dalam retail musik membahas peserta2 kontes menyanyi lokal di televisi, terutama yang lelaki. Kami membahas apakah ini cong atau bukan. Dan kesimpulannya sebagian besar adalah cong. Kesimpulannya sendiri bukan saja berdasarkan asumsi penilaian kami terhadap gesture dan cara berbicara sang peserta tapi kadang dari gosip-gosip orang dalam sendiri. Mungkin yang straight lebih tertarik menjadi vokalis band ketimbang menjadi solois.

Tidak dapat dipungkiri kekuatan kaum gay dalam soal artistik memang seringkali lebih baik ketimbang kaum hetero. Mungkin karena perpaduan aura feminin yang kuat, ditambah lingkungan yang represif menjadikan seni bagi kaum gay sebuah saluran ekspresi diri.

Coba kita lihat bagaimana musisi-musisi legendaris yang disegani macam Freddy Mercury, Elton John, Michael Stipe dari R.E.M., George Michael, Sinead O'Connor, KD Lang, Melissa Etheridge, dan Dusty Springfield.

Dan sekarang dalam deretan itu bertambah lagi dengan Clay Aiken serta yang paling mutakhir dan fenomenal Adam Lambert.
Sejak awal kemunculan Aiken, rumor tentang orientasi seksualnya memang berhembus kencang. Meski dapat ditutup rapat sampai akhirnya Aiken sendiri mengakui kalau dirinya adalah seorang gay beberapa waktu lalu, setelah ia mendapatkan seorang anak dari seorang surrogate mother yang mengandung benihnya.

Dan di tahun 2009 saya sempat menyaksikan penampilan awal Adam Lambert pada tahap audisi American Idol. Saya pada awalnya langsung terpikat pada penampilannya. Meski penampilannya masih terasa terlalu broadway-esque, setidaknya Lambert berhasil mencuri perhatian. Tapi pada tahap-tahap selanjutnya saya malah tidak terlalu menyukai penampilannya karena menurut saya Lambert terlalu mengeksploitasi high pitch yang memang menjadi salah satu kekuatannya.

Sejak awal memang Lambert tampil lengkap dengan eyeliner ala gothic. Jauh dari kesan gay yang feminim. Sebenarnya ini merupakan poin plus juga untuk memberikan image positif pada kaum gay pria. Setidaknya kalau gesturenya feminim tak perlulah tampil dengan dandanan feminim. Lambert memilih tampil dengan gesture maskulin meski dandanannya juga tak bisa dikatakan feminim. Namun berdandan terutama di area mata lebih sering dikaitkan sesuatu yang feminim. Di situlah letak keseimbangannya. Kadang penampilan macam Boy George memang mencuri perhatian, tapi kurang mendapatkan respek karena Boy George berpenampilan dan bergesture feminim dalam tubuh yang maskulin. Jadi terasa ketidakseimbangan dalam image tampilannya, overdressed menurut saya.

Yang lebih menarik adalah bagaimana karir musik artis musisi gay ada yang meredup ada juga yang bersinar terang. Nampaknya yang meredup adalah mereka yang pada awalnya memang menutupi orientasi seksual mereka, dan setelah tenar baru membuka diri pada khalayak publik. Coba perhatikan bagaimana karir Clay Aiken, George Michael. Meski nampaknya hal itu tak berpengaruh pada Elton John atau Freddy Mercury sekalipun yang malah diketahui publik meninggal karena AIDS, penyakit yang seringkali dianggap penyakit kaum homoseksual.

Nampaknya sebagai artis gay, kerepotan untuk menjaga image lebih banyak repotnya. Lihat saja bagaimana George Michael yang tertangkap basah melakukan seks di tempat umum. Khalayak publik akan menghakimi, sudah gay masih bejat pula. Nilai citra yang merosot akan berpengaruh terhadap penjualan album fisik atau digital, penjualan tiket konser karena publikasi yang negatif mempengaruhi ekspektasi terhadap artis gay tersebut. Orang tua akan berusaha mempengaruhi anak-anak remaja mereka untuk tidak membeli album, tiket konser artis gay tersebut karena kekuatiran mereka kalau anak-anak mereka akan meniru kelakuan minus artis gay idola mereka, atau bahkan menjadi gay. Jadi lebih baik berkarya sebaik mungkin bagi artis musisi gay ketimbang hidup dalam hedonisme untuk meraih awareness yang lebih baik bagi nereka sendiri juga bagi kaum homoseksual.

Adam Lambert memang gagal menjadi seorang gay pemenang American Idol pertama. Lambert memang bernasib menjadi runner up sama seperti Aiken yang menjadi runner up setelah Ruben Studdard. Namun penjualan album Lambert membuktikan kalau Lambert adalah pemenang sejati, sama halnya Aiken pada penjualan album pertamanya.
Semoga saja suatu saat tiba momentum bagi Aiken untuk bangkit kembali sebagai artis American Idol dengan penjualan terlaris setelah Kelly Clarkson.

JASON MRAZ ON JAVA JAZZ FESTIVAL



Pada Jumat, 6 Maret 2009 ini saya berkesempatan menyaksikan konser Jason Mraz yang diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian acara special show pada Java Jazz Festival. Sebuah kesempatan berharga dimana untuk event Java Jazz, Jason Mraz bersedia tampil dua kali yaitu pada Sabtu, 7 Maret 2009 juga karena tingginya permintaan menonton pertunjukkan Jason. Seperti diketahui tiket Jason Mraz pada show perdana, Jumat 6 Maret ini telah habis terjual hanya dalam tempo 2 minggu setelah penjualan tiket dibuka. Dan rupanya peminat pertunjukkan Jason Mraz ini juga datang dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang notabene lebih dulu disinggahinya dalam rangkaian promo tur album terbarunya, ‘We Sing, We Dance, We Steal Things’.

Dan memang menyaksikan pertunjukan JM ini, kita dapat menyaksikan bagaimana sebenarnya talenta seorang Jason Mraz.

Dibuka dengan penampilan Mike Idol menyanyikan Indonesia Raya menandakan tepat 18.45 dimulainya rangkaian penampilan Jason Mraz. Kemudian tepat pada pukul 18.51 Jason Mraz muncul dengan membawakan lagu Make It Mine dan dilanjutkan dengan The Remedy. Lewat komposisi The Remedy, JM mampu mempertunjukkan kemampuan nge-rap dengan melodinya yang mumpuni terutama dalam hal mencuri napas. Sesuatu yang memang telah menjadi karakternya yang kuat jika kita memperhatikan albumnya sejak ‘Waiting My Rocket To Come’ hingga album terbarunya.

Setelah itu serangkaian lagu diantarkan dengan tempo yang cukup cepat pada pergantian antar lagunya. Memang sedikit terasa seakan JM kurang komunikatif dengan penonton. Tetapi pada kenyataannya JM justru mampu berkomunikasi dengan penonton lewat emosi-emosi yang disampaikan melalui lagu-lagunya. Pada komposisi ‘You and I Both’, Jason dengan smart menyelipkan sampling ‘Wonderwall’ dari Oasis pada bagian bridge lagu. Pada ‘Lucky’ dibawakan secara manis berduet dengan Dira Yulianti, salah seorang penyanyi jazz langganan berduet dengan bintang2 jazz international di Java Jazz. Selain itu JM juga menampilkan lagu ‘The Dynamo Of Volition’.

Dengan penampilan solo trumpet atau solo petikan gitar dari Mraz, Mraz berhasil membangkitkan emosi seluruh penonton di arena konser. Nuansa latin pada ‘No Stopping Us’ atau ballad yang kuat seperti pada ‘A Beautiful Mess’ sukses membuat saya merinding. Dengan aransemen yang sederhana tetapi indah, dan penjiwaan yang kuat, JM berhasil memukau saya.

Komposisi menjadi ‘I’m Yours’ menjadi puncak penampilan JM malam itu. Sebuah momen yang sangat menyenangkan dimana penonton bernyanyi bersama JM dengan semangat yang tinggi. Tetapi yang menjadi penutup pertunjukan JM tersebut adalah jam session yang sangat memukau antara pemain saxophonenya dan dilanjutkan dengan penutup yang menawan, Butterfly.

Dalam pertunjukan kali ini dari sekitar 12 lagu yang dibawakan Mraz cukup merata antara lagu dari album pertama dan kedua, Mr. A-Z, meski porsi dari album ketiga tetap sedikit lebih besar.

JM dalam pergelarannya kali ini didukung oleh 7 orang musisi mulai dari perkusi, keyboard, bass, drum dan brass section yang terdiri dari trumpet, trombone dan saxophone. Saat penutup JM dengan cerdas membagikan foto-foto Polaroid dari musisi pendukungnya yang dipotret JM sendiri saat mereka sedang beraksi.

Memang menyaksikan konser Jason Mraz ini seperti menyaksikan sebuah pertunjukkan sebuah komposisi pop yang diramu dengan berbagai genre musik seperti latin, rock, hawaiian, reggae, jazzy tunes dan rap dalam sebuah resep yang pas. Jason Mraz dengan kekayaan lagu-lagunya, musik yang cerdas, lirik yang komunikatif dan improvisasi yang brillian berhasil menyuguhkan pertunjukkan yang memikat. Sederhana sekaligus sophisticated.

Review ini dimuat di www.creativedisc.com.



PS: terima kasih pada panitia JJF yang sigap menangani kecelakaan pada salah satu kontributor Rio Ichsan.
Photo by: Joe Ari Darius Shasta