Selasa, 26 Januari 2010

JAKARTA, GET READY!!

Siap-siap Indonesia !!
Tahun 2010, Indonesia akan di manjakan dengan kedatangan musisi-musisi Internasional Sony Music Indonesia

MARK YOUR CALENDAR NOW!!


Dan ini dia, diantaranya….


February 5, 2010
Calvin Harris @ Blowfish Kitchen & Bar – brought to you by Ismaya Groups

Exhibiting acreative and inventive edge, but still undeniably pop, Calvin’s music is already picking up rave reviews. Just 23 years old and hailing from Dumfries, this young Scot made his debut album I Created Disco in his bedroom on a battered old Amiga computer

March 5, 2010
John Legend @ Jakarta International Java Jazz Festival – brought to you by Java Festival Production

In 2004, John
Legend -- then known primarily as an in-demand all-star studio session man --
stepped into the solo spotlight as a premier
singer-songwriter- pianist-performe r in his own right with his debut album Get
Lifted, which peaked at #4 on the Billboard Top 200 album chart and became
a #1 Top R&B/Hip-Hop album in January 2005. Showcasing the hit singles
"Ordinary People" and "Used To Love U," Get Lifted was a critical and commercial triumph, earning John an astounding eight Grammy
nominations -- he won Best New Artist, Best Male R&B Vocal Performance
("Ordinary People") and Best R&B album -- while selling more than
three million copies worldwide.


March 30, 2010
311- brought to you by Java Musikindo

With their signature blend of rock, reggae, hip-hop & funk, Uplifter is the band’s ninth studio album. Previously 311 have released five Gold, one Platinum, and one Triple-Platinum- certified albums, a live album and three DVD’s (one Gold, two Platinum-certified). Five of their releases have reached the Top 10 on Billboard’s Top 200 Album Charts. Six singles have gone into the Top 10 on Billboard’s Modern Rock Chart including the #1 hits “Down,” “Love Song,” and “Don’t Tread On Me.” To date band has sold over 8 million units in the U.S

March, 31, 2010
Imogen Heap @ Kartika Expo Centre Balai Kartini – brought to you by Mahaka Entertainment

British singer-songwriter- producer and two time Grammy nominee Imogen Heap is set to release her much anticipated new solo album Ellipse on 2009 through Epic Records. After
the leaps she made on the release of her last breakthrough album Speak For Yourself, Imogen remained true to her do-it-yourself ethos, building her own studio in the old family home in Essex, where she finished making the new album, Ellipse.
Debuting some songs in the USA, both Spin and Access Hollywood wrote rave previews.

April 29, 2010
Kelly Clarkson – brought to you by Java Musikindo

After the tremendous success of 2004’s Breakaway, which sold 6 million in the U.S.
and 11 million worldwide on the strength of such #1 hits as “Since U Been Gone,” the title track, “Behind These Hazel Eyes,” “Because of You” and “Walk Away,” Kelly Clarkson back with her latest album ‘All I Ever Wanted”




courtesy of: PT. Sony Music Entertainment Indonesia
www.sonymusic. co.id

Kamis, 21 Januari 2010

Album of The Day: Maxwell – BLACKsummers’night


Suatu sore dua kontributor Creativedisc di instant messenger sedang bergosip tentang Maxwell. Berikut bincang-bincang mereka.

Ai.2.0 : Tim, siapa sih Maxwell? Kedengarannya enggak asing deh?!

T.M..: Ai, Maxwell ini adalah salah satu penyanyi, rasanya sih nggak tepat kalau hanya disebut penyanyi. Lebih tepatnya divo R&B-soul asal Amrik yang paling ditunggu-tunggu kiprahnya. Orang lebih mengenalnya sebagai penyanyi yang membawakan lagu ‘Whenever Wherever Whatever’ di tahun 1999. Di Amerika sendiri namanya mulai terangkat di kalangan black music scene sejak single kedua album perdananya yang berjudul ‘Ascencion (Don’t Ever Wonder)’ dirilis di tahun 1994. Maxwell telah meraih beberapa kali nominasi Grammy. Orang akan selalu mengharapkan musik R&B Soul yang bergizi dari setiap karya musik yang dihasilkannya.

Ai.2.0 : Ini album keberapanya? Dan apa yang dia kasih ke kita di album ini?

T.M.: Album ‘BLACKsummers’night’ ini album keempat dari Maxwell. Album pertama sejak album terakhirnya di tahun 2001 yang berjudul ‘Now’. Menurut penyanyi berambut cepak ini dalam situs Myspace-nya, album ‘BLACKsummers’night’ ini adalah album pertama dari trilogy album dengan judul ‘blacksummers’night’. Maxwell sendiri di album ini terasa seperti sedang bernyanyi dalam sebuah pesta yang penuh dengan musik-musik chill out. Maxwell mempersembahkan sebuah pengalaman musical yang menarik dengan lagu-lagu soul R&B yang nikmat. Coba dengarkan track ketiga yang ‘Pretty Wings’ yang mempunyai intro alunan gamelan. Nggak kebayang kan gamelan bisa dipadukan dalam sebuah komposisi soul R&B. Disitulah jeniusnya Maxwell.


Ai.2.0 : Kalau aku suruh kau milih satu lagu yang aku WAJIB DENGAR, lagu mana yang kau pilihkan untukku?

T.M.: Ai, rasanya aku tidak bisa hanya memilihkan satu lagu saja dari Maxwell. Komposisi 9 lagu di album ini terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja. Setiap lagu mempunyai nuansanya masing-masing hingga membuat album ini terasa dinamis. Tetapi jika Ai memang ingin menikmati satu lagu yang merupakan representasi dari album ini, ‘Pretty Wings’ adalah jawabannya.


Ai.2.0 : Kalau lagu yang naik daun ada? Yang agak2 kurang enak didengar gitu lah.
T.M.: Menurutku sih ya semua lagu di album ini kupinggenic tapi tidak standar. Coba dengarkan sealbum dan Maxwell akan membawa kita chill out dalam sebuah lounge party yang hip. Maxwell ini musiknya bisa dikatakan gabungan dari musik para musisi yang menjadi inspirasinya, seperti Marvin Gaye, Prince, Stevie Wonder dan Sade.


Ai.2.0 : Siapa2 aja sih orang2 yang ikutan di album ini? Ada nama yang enggak asing ku dengar ga?

T.M.: Di album ini Maxwell bisa dikatakan mengambil peranan penuh sebagai produser. Maxwell menggunakan nama produser Musze.


Ai.2.0 : Menurutmu, peluang dia untuk sukses di saat sekarang ini gimana? Dan siapa saingan terbesarnya?
T.M.: Hmm menurutku Maxwell muncul di saat yang tepat saat ini. Saat dimana khalayak menanti-nantikan kiprahnya sekaligus mulai jenuh dengan Ne-Yo yang mendominasi dimana-mana. Saingan terbesar Maxwell masih Ne-Yo yang juga sangat berbakat.

Ai.2.0 : Terakhir neh. Kasih dulu satu kalimat yang bisa kita jadikan label untuk album Maxwell yang satu ini.
T.M.: Les must de Maxwell. Harus dimiliki!

Track List:

1. Bad Habits

2. Cold

3. Pretty Wings

4. Help Somebody

5. Stop the World
6. Love You

7. Fistful of Tears

8. Playing Possum
9. Phoenix Rise

Rabu, 20 Januari 2010

Review: Five For Fighting – Slice


Penantian selama 3 tahun tidaklah sia-sia, John Ondrasik atau yang lebih ngepop dengan nama Five For Fighting kembali dengan merilis albumnya yang ke-5. Tetap konsisten dengan warna rock pianonya. Lagu-lagu Ondrasik memang senantiasa kupinggenic. Sayangnya begitu konsisten dengan warna musiknya, album ini terasa kurang eksplorasi secara musikal. Mungkin akan terasa monoton bagi sebagian penikmat musik. Meski bagi penggemarnya tentu hal ini tidak akan menjadi masalah. Untungnya Ondrasik memiliki kekuatan dalam lirik yang menyentuh, melodi piano yang membius juga warna suara yang khas, terutama pada falsettonya. ‘Hope’ menjadi favorit saya yang pertama. Intro dengan iringan piano terasa bagai lagu gerejawi. Hingga kemudian berpadu dengan strings section dan di bagian akhir diimbuhi sentuhan banjo. Terdengar begitu memikat. Liriknya yang indah juga membangkitkan semangat.
When life's got you down and you can't make a sound Cause love has forsaken you When you burning on fire but have no desire to put out the flames in You gotta have hope, you gotta have something there's always a reason to break Hope, cause nothing less will save the day
Ondrasik senantiasa kental dengan nuansa tenang, sendu namun kontemplatif. Hampir sebagian besar komposisi di album ini dipresentasikannya dengan orchestra. Seperti pada ‘Note To The Unknown’, ‘Tuesday’, atau ‘Story Of Your Life’. Meski Ondransik lebih kuat pada ballad, ia juga mampu mempresentasikan lagu-lagu yang bertempo sedang dengan nuansa yang lebih riang, keluar dari ciri khasnya yang sendu. Seperti pada ‘Above The Timberline’ atau komposisi ‘Story Of Your Life’. Sebagai penutup Ondrasik akan membuai kita dengan komposisi ‘Augie Nieto’ yang punya tekstur lembut dengan nuansa akustik. Album ini pas dinikmati dengan suasana akhir tahun yang mendung dan menemani kita merenung sebelum memasuki tahun yang baru.

Track List:

1. "Slice"

2. "Note to the Unknown Soldier"

3. "Tuesday"

4. "Chances"

5. "This Dance"

6. "Above the Timberline"
7. "Transfer"

8. "Hope"

9. "Story of Your Life"

10. "Love Can't Change the Weather"

11. "Augie Nieto"

12. "Nowhere Bar" (iTunes exclusive track)

Selasa, 19 Januari 2010

Review: Alicia Keys – The Element Of Freedom


Alicia Keys kembali lagi dengan album keempatnya, The Element Of Freedom. Kali ini dalam sebuah kesempatan wawancara Keys mengungkapkan bahwa albumnya kali ini adalah sebuah perjalanan yang akan mengejutkan para penggemarnya. Ada tekstur musik yang tidak akan pernah disangka akan dipresentasikan oleh Keys lewat albumnya. Lewat albumnya kali ini ia ingin kita terinspirasi untuk mengambil perspektif yang berbeda dan merasakan kebebasan dalam segala cara yang memungkinkan, lepas dari kungkungan dan segala keterbatasan. Menarik bukan? Jadi mari kita coba telusuri bagaimana musiknya kali ini.

Jika dikatakan ingin mencoba perspektif yang berbeda nampaknya pembukaan di album ini Keys masih memakai format yang sama dengan ketiga album sebelumnya, menggunakan intro. Perbedaannya intro kali ini tak disertai iringan musik. Dan hanya dalam hitungan detik, tak seperti intro pada ketiga album sebelumnya yang sepanjang hampir 2 menit.

Keys masih konsisten dengan sentuhan riff klasik pianonya, dipadukan iringan bass serta dentuman drum terprogram. Simak saja ‘Doesn’t Mean Anything’ atau single keduanya ‘Try Sleeping With A Broken Heart’. Single ‘Doesn't Mean Anything’ sebenarnya secara komposisi sangat sederhana, hanya berisi pengulangan notasi musik beberapa bar dalam satu bait. Tetapi hebatnya Keys mampu membuat lagu ini begitu kupinggenic, sekali terdengar langsung menempel dan menimbulkan adiksi. Begitu kental dengan nuansa kontemporer, dipadukan dengan vokal serak basah Keys, bernuansa sendu namun tetap inspiratif secara lirik namun dipadukan dentuman drum yang repetitive justru membangkitkan mood.

Komposisi lainnya yang mencuri perhatian adalah ‘Love Is Blind’. Keys berhasil terdengar begitu berbeda persis seperti apa yang dituturkannya. Lagu yang diawali dengan iringan piano sebagai intro, tetapi tekstur vokal Keys terdengar begitu berbeda. Begitu nasal. Lepas dari ciri khas vokalnya yang serak basah. Nuansa lagu ini menjadi lebih kental dengan etnik Afrika terutama pada bagian bridge setelah chorus kedua. Dan yang lebih menarik adalah Keys seakan mempertanyakan apakah cinta itu buta atau bodohkah jika mencintai tanpa melihat kekurangan. Jika didengarkan seakan Keys bukan hanya menyanyikan ‘it's too bad 'cause love is blind’ tapi ‘it’s stupid cause love is blind’.

Komposisi lain yang juga menarik untuk disimak adalah ‘Love Is My Disease’. Aransemen musiknya terdengar bernuansa Jamaican reggae. Keys juga berhasil dalam mempresentasikan lagu ini dengan memasukkan cengkok khasnya dipadukan dengan aransemen musik juga vokal bernuansa Jamaican reggae.
Keys juga mengajak Beyonce berkolaborasi dalam ‘Put It in a Love Song’. Sebuah kolaborasi yang menarik. Beyonce berhasil menancapkan teksturnya yang bertenaga dan repetitive pada gaya vokal dan musik Keys yang lebih lembut. Keys benar-benar terdengar dengan nuansa yang berbeda meski tetap tak meninggalkan ciri khasnya.

Dengarkan juga ‘Distance and Time’, Keys akan membawa kita pada pengalaman yang sendu dan manis. Coba simak liriknya.

No matter how far you are no matter how long it takes him through distance and time I'll be waiting and if you have to walk a million miles I'll wait a million days to see you smile distance and time, I'll be waiting

Eksplorasi melodius Keys pada warna musik lain tapi tetap konsisten memasukkan warna R&B, vintage soul dan jazz pada album ini memang benar-benar membuat adiksi. Yang menyenangkan adalah Alicia Keys tak pernah pelit dalam memberikan lagu dalam setiap album kepada para penggemarnya.


Track List:

Standard Edition
1. Element of Freedom (Intro)
2. Love Is Blind
3. Doesn't Mean Anything
4. Try Sleeping with a Broken Heart
5. Wait Til You See My Smile
6. That's How Strong My Love Is
7. Un-thinkable (I'm Ready)
8. Love Is My Disease
9. Like the Sea
10. Put It in a Love Song (featuring Beyoncé)
11. This Bed
12. Distance and Time
13. How It Feels to Fly
14. Empire State of Mind (Part II) Broken Down
Deluxe Editon
15. Through It All
16. Pray for Forgiveness

Senin, 18 Januari 2010

Review Album: Ladyhawke – Selftitled


Kalau dari Amerika ada Lady Gaga, maka dari negara tetangga New Zealand ada Ladyhawke. Meski warna musiknya tak sama, namun Ladyhawke memiliki musik yang layak untuk kita coba nikmati. Ladyhawke yang memiliki nama asli Phillipa Brown, memulai karir bermusiknya dengan mendirikan band Two Lane Blacktop di tempat asalnya Wellington. Setelah hijrah ke Melbourne, ia sempat bergabung bersama band bernama Teenager yang dibentuk oleh Nick Littlemore dari Empire Of The Sun. Brown sendiri memilih nama Ladyhawke karena terinspirasi tokoh Ladyhawke yang diperankan aktris Michelle Pfeiffer di film berjudul sama. Brown mengidentifikasikan dirinya sebagai wanita super dan ngepop yang menciptakan lagu-lagu yang radio-friendly dengan sekali gebrakan.
Bagaimana dengan warna musik yang diusungnya? Warna musik yang diusungnya memang bernuansa retro 80an, new wave. Album ini jika ditilik keseluruhan memang lebih terasa kental nuansa dance-nya. Sementara kalau kita menyimak perlahan tekstur musik Ladyhawke kita akan mendengarkan nuansa rock, punk, electro, dance dan power pop. Rasanya komposisi yang paling representatif untuk menikmati tekstur musik Ladyhawke adalah pada lagu ‘My Delirium’. Petikan gitar listrik serta gebukan drum yang repetitif diimbuhi dengan sentuhan synthesizer berpadu dengan interpretasi vokal Ladyhawke bergaya punk membuat single keempat dari album ini terdengar menonjol. Single inilah yang paling sukses di tangga lagu. Tak heran jika Christina Aguilera berniat menyertakan ‘My Delirium’ untuk album selanjutnya. Bagaimana dengan komposisi lainnya? Ladyhawke akan menggoyang kita dengan ‘Paris is Burning’. Komposisi ‘Paris Is Burning’ kuat dengan beat-beat yang repetitive pada bagian baitnya, sementara pada bagian refrain-nya kental dengan nuansa pop dance. Sedikit mengingatkan pada kelompok musik ‘Bananarama’ yang popular di dekade 80-an. Komposisi ini sangat kupinggenic hingga membuat kita yang mendengar ingin turut bergoyang. Komposisi yang juga nikmat untuk bergoyang adalah track pertama pada album ini, sebuah komposisi berjudul ‘Magic’. “Magic’ meski sangat kental dengan nuansa retro dance 80an tetap terasa kontemporer dan relevan untuk dengaran musik saat ini. Dinamis sekaligus membuai.
Kalau kalian menggemari musik-musik retro 80-an, album selftitled ini harus masuk dalam jajaran koleksi.


Track List:
1. Magic
2. Manipulating Woman
3. My Delirium
4. Better Than Sunday
5. Another Runaway
6. Love Don't Live Here
7. Back of the Van
8. Paris Is Burning
9. Professional Suicide
10. Dusk Till Dawn
11. Crazy World
12. Morning Dreams

Rabu, 13 Januari 2010

Review Album: Guy Sebastian – Like It Like That


Album Guy Sebastian kali ini masih tetap konsisten dengan eksplorasi retro pada nuansa soul, sedikit rock dan pop. Coba dengarkan ‘Like It Like That’ yang menjadi tembang pembuka sekaligus judul album kelima dari Guy ini. Tembang pertama ini bernuansa riang beratmosfir ala pesta cocktail di sore hari. Resapi alunan flute ditimpali dengan permainan keyboard dan lengkingan khas Guy. Dengan beat bertempo cepat serta sesekali diimbuhi brass section juga petikan gitar membuat lagu ini nikmat di telinga. Coba nikmati juga ‘All To Myself’ dan ‘Attention’ yang lebih kental dengan aroma soul. Perbedaannya adalah ‘All To Myself’ pekat dengan nuansa retro ala 60s, sementara ‘Attention’ lebih terasa kontemporer. Sayangnya duet Guy dengan Jordin Sparks dalam ‘Art Of Love’ terasa kurang gregetnya, seakan kehilangan nyawa dari Guy di album ini. Saya merasa Guy lebih total dan menyatu dalam lagu-lagu soul ketimbang pop kontemporer dengan sentuhan R&B ditambah nuansa Ryan Tedder. Komposisi ‘Art Of Love’ ini bahkan terasa dipaksakan masuk dalam deretan lagu di album ini supaya lebih terkesan relevan dengan mainstream yang sedang fashionable . Jujur saya lebih suka duet Guy dengan Tarryn Stokes dalam tembang ‘Magic’. Meski warna suara Tarryn lebih sesuai dengan folk atau country tapi duet ini terasa lebih terasa menyatu ketimbang dengan Jordin. Coba dengarkan melodinya yang ceria dan resapi bagaimana sentuhan magis dalam lagu ini. Lagu melankolis yang menjadi favorit saya adalah ‘Bring Yourself’. Di lagu ini Guy lebih terdengar bernuansa bluesy. Interpretasi Guy di lagu ini membuat saya merinding mendengarkannya. Aransemen musiknya dengan dominasi petikan rhythm guitar diimbuhi strings violin serta choir sebagai backing vocal pada bagian reffrein akhir lagu membuat lagu ini terdengar megah. Simak tembang ‘Never Be You’ yang agak sedikit mengingatkan pada ‘Let’s Stay Together’-nya Al Green. Coba resapi komposisi ‘Perfection’, alunan suara Guy terdengar lebih sederhana namun menyentuh diiringi dentingan piano yang mendominasi. Sedikit mengingatkan pada gaya Rick Price di lagu Heaven Knows. Salah satu komposisi yang mencuri perhatian adalah pada tembang ‘Undo’ yang bernuansa ala pop rock 50s dipadukan dengan sedikit aroma reggae lewat aransemen vokal Guy dipadukan dengan sorakan ala hip hop terutama pada bagian reffreinnya. Perpaduan subtil yang memikat dan yang pasti akan mengangkat mood kita yang mendengarnya. Pada ‘Coming Home’ Guy terdengar lebih bernuansa pop rock agak mengingatkan pada perpaduan antara gaya vokal Billy Joel dan Elton John. Dengarkan keseluruhan album ini dan rasakan kenikmatan dari aroma retro yang ditawarkan Guy. Dijamin kita akan ikut merasakan semaraknya gradasi musik retro lewat lagu-lagu di album ini.
Track List:
1. "Like it Like That"
2. "All to Myself"
3. "Art of Love" feat. Jordin Sparks
4. "Attention"
5. "Magic" feat. Tarryn Stokes
6. "Bring Yourself"
7. "Never Hold You Down"
8. "Fail to Mention"
9. "Never Be You"
10. "Coming Home"
11. "Undo"
12. "Perfection"

Selasa, 12 Januari 2010

DIVA: CELINE DION


Saya membayangkan sebuah interview imajiner dengan Celine Dion.

Suatu sore penghujung Oktober di dalam Colosseum yang megah bertempat di Caesars Palace, di kota Las Vegas saya membayangkan Celine Dion, diva dengan rentang suara 5 oktaf ini, mengundang saya untuk chichating dengannya. Kami duduk di tepi panggung yang luas. Sorot lampu menyinari panggung tempat kami berada. Di belakang kami seorang pianis memainkan instrumennya dengan lembut membawakan lagu ‘Falling Into You’. Celine mengenakan gaun putih mini berlengan panjang dengan make up tipis natural. Tungkainya yang jenjang dihiasi high heels ala gladiator. Rambut pirangnya tergerai lembut.


Timmy M.- TM: Hi Celine, thanks a lot for having me here. It’s really an honour for me meeting you here.
Celine Dion – CD: Hi Tim, nice to meet you.

TM. : Celine, Anda memulai karir musik sejak usia yang sangat muda. Bagaimana perasaan Anda melihat kembali saat-saat awal dimana Anda memulai karir menyanyi itu?
CD: Well, saat ini tentu saja melihat ke belakang rasanya luar biasa kalau aku bisa mencapai posisi hingga seperti saat ini. Aku memulai sejak usia 12 tahun. Waktu itu aku, ibuku dan kakakku berkolaborasi menciptakan lagu berbahasa Perancis berjudul "Ce n'était qu'un rêve" - It Was Only a Dream. Kakakku mengirimkan rekaman suaraku dengan lagu itu kepada Rene Angelil. Rene yang tersentuh mendengar suaraku kemudian bertekad untuk menjadikanku seorang bintang. Rene kemudian menggadaikan rumah ibunya untuk memproduksi albumku yang pertama ‘La voix du bon Dieu’ di tahun 1981 yang segera meraih sukses local di Quebec. Sejak saat itulah karir musikku mulai berjalan. Aku sendiri sejak kecil selalu bermimpi menjadi seorang performer. Aku tidak menyesal kehilangan masa remajaku.

TM. : Saat ini banyak penyanyi menjadi terkenal berkat Youtube atau Myspace, sementara Anda sendiri dikenal lewat berbagai festival lagu.
CD. : Ya, saat ini memang generasi muda jauh lebih mudah mendapatkan kesempatan untuk menjual kemampuan dirinya berkat kemajuan internet. Aku sendiri menyadari banyak bakat-bakat luar biasa di luar sana. Tapi untuk dapat menonjol tentu harus punya ciri khas yang kuat. Sementara dulu aku mengikuti festival menyanyi seperti Yamaha World Popular Song Festival di Jepang di tahun 1982 atau Eurovision Song Contest di tahun 1988. Aku didukung oleh penulis-penulis lagu yang hebat sehingga dapat tampil prima. Sementara bakat-bakat yang ada di luar sana saat ini harus berjuang dengan lagu-lagu ciptaan sendiri atau yang ngetop lewat penyanyi lain. Aku pikir Youtube dan Myspace adalah versi modern festival lagu jamanku dulu. Meski rasanya standar yang diterapkan menjadi tidak baku seperti saat itu. Tapi rasanya kondisi tersebut menjadi salah satu poin kebebasan berekspresi bagi bakat-bakat baru saat ini.

TM. : Pada awalnya Anda memulai karir dengan merilis album-album berbahasa Perancis, tapi kemudian Anda sukses dengan album-album berbahasa Inggris hingga membuahkan berbagai penghargaan seperti Grammy, dan American Music Award. Album Anda bahkan telah terjual hingga 200 juta keping di seluruh dunia. Bisa Anda ceritakan bagaimana transformasi Anda menjadi seorang Diva yang mendunia.
CD. : Saat itu usiaku baru 18 tahun saat aku menyaksikan penampilan Michael Jackson dalam konsernya. Dan penampilan MJ itu segera menginspirasiku untuk menjadi seperti dirinya. Rene yang selalu yakin akan kemampuan diriku, segera saja mendaftarkanku untuk mempelajari bahasa Inggris juga memperbaiki penampilanku. Kami kemudian menghubungi David Foster, produser bertangan dingin yang kebetulan juga seorang Kanada sama seperti aku dan Rene. Aku rasa kenyataan ini yang memuluskan jalan kami untuk bekerja sama hingga sekarang. Kami menelurkan album perdanaku yang berbahasa Inggris, ‘Unison’ di tahun 1990. Dan sejak saat itu namaku mulai dikenal di daratan Amerika apalagi sejak single soft rock ballad ‘Where Does My Heartbeat Now’ mencapai top ten Billboard. Tapi yang menjadi penanda yang mematenkan sukses besarku adalah kolaborasi bersama Peabo Bryson dalam soundtrack film Aladdin lewat lagu ‘Beauty And The Beast’. Sejak kesuksesan lagu itu namaku lebih dikenal lagi dimana-mana di seluruh dunia. Aku kemudian memproduksi album-album berbahasa Inggris berikutnya yang hampir selalu mencapai sukses komersial. Tapi untuk mengingat akar dimana aku berasal, fans di awal karir musikku, aku juga terus menghasilkan album-album berbahasa Perancis di sela-sela jeda antara produksi album berbahasa Inggrisku. Aku rasa dengan 10 album berbahasa Inggris dan 13 album berbahasa Perancis, tidaklah heran jika angka 200 juta keping itu bisa dengan mudah aku capai. Apalagi semua itu sebagian besar berlangsung di saat dimana pembajakan melalui internet belum merajalela seperti saat ini.

TM. : Bisakah Anda jelaskan siapa musisi yang menjadi inspirasi Anda selain Michael Jackson tentunya?
CD. : Aku tumbuh besar mendengarkan lagu-lagu Aretha Franklin, Carole King, Anne Murray, Barbra Streisand dan Bee Gees. Selain itu aku juga mengagumi Édith Piaf, Elton John, Cher, Tina Turner, Luciano Pavarotti, Roberta Flack, Etta James dan Patti Labelle. Ada juga beberapa artis asal Quebec misalnya Ginette Reno. Aku bersyukur pada akhirnya aku bisa bekerjasama dengan sebagian besar artis-artis yang sejak dulu kukagumi. Jadi bisa dimaklumi jika warna musik dalam album-albumku bervariasi dari pop, rock, gospel, R&B hingga soul atau yang bernuansa adult contemporary. Aku ingin mengeksplorasi kemampuanku bermusik.

TM : Anda sukses besar di Las Vegas ini. Mungkin hanya Anda yang mampu menjual habis tiket pertunjukkan sebanyak 600 kali penampilan, setiap malam dalam seminggu. Anda menerapkan standar baru yang lebih tinggi dalam sejarah dunia pertunjukan konser musik. Konser Anda di Vegas mampu mendatangkan 3 juta penonton dan meraih pendapatan sebesar US$ 400 juta.
CD. : Thank you. Aku rasa keputusanku untuk melakukan konser di Vegas itu benar-benar sebuah milestone dalam karir bermusikku. Konser itu merupakan kerja keras bukan hanya diriku saja. Tapi juga para penari dan koreografer Mia Michaels yang pernah juga bekerja sama dengan superstar lainnya macam Madonna dan Gloria Estefan. Konser di Vegas mengubah pandanganku dan kemampuan presentasiku di panggung serta menginspirasiku tentang bagaimana konsep konser-konserku selanjutnya.

TM. : Well, I guess that’s all. I know you have to be with your family and take care of your pregnancy. Thank you so much Celine, for this opportunity.
CD. : You’re absolutely welcome. It’s been a nice chitchatting. I think I’m going to sing a song for you. It’s called ‘A New Day Has Come’. I am so excited because of this second pregnancy.
TM. : I wish you a healthy pregnancy.
CD. : Thank you, thank you so much.


Dan mengalunlah suara Celine Dion dengan iringan piano mengantarkan ‘A New Day Has Come’.

I was waiting for so long
For a miracle to come
Everyone told me to be strong
Hold on and don't shed a tear

SOUND UP - free music magazine



Berkat ketekunan menulis di www.creativedisc.com, akhirnya tulisan review gw untuk pertama kalinya dimuat majalah musik gratis Sound Up. Rasanya senang banget. Soalnya ini semacam mimpi yang akhirnya tercapai. Sejak dulu punya keinginan untuk bisa menjadi kontributor buat majalah gratis begitu. Sampai melamar ke salah satu grup pemilik sejumlah free magz. Tapi memang kalau belum jalannya ya memang tidak akan sampai ke sana.
Kalau dihitung-hitung sudah hampir sepuluh tahun dari sejak pertama kali tulisan gw dimuat di media massa. Awalnya sih terinspirasi oleh tulisan Lynn Hinschberger dan almarhum Indra Safera di majalah Bazaar. Kok ya pas pertama nulis, langsung dimuat di harian Warta Kota yang waktu itu masih baru terbit dan formatnya lebih mirip Kompas. Rsnya bangga banget bisa dimuat di sana. Berturut-turut kemudian dimuat di Suara Pembaruan, Rumah, Home, Femina, Matra.
Kalau dihitung-hitung dari rentang waktunya, tulisan2 gw yang dimuat media termasuk sedikit banget. Sayang sebenarnya ada tahun2 dimana tulisan gw tidak dimuat di media. Tapi toh menulis di blog sangat membantu sekali. Setidaknya berkat tulisan di blog gw sempat menjadi narasumber untuk koran Sindo. Begitu lama tak dimuat di media sampai akhirnya dapat tawaran untuk menulis review di creativedisc.com. Barulah langkah tersebut mulai menunjukkan grafik meningkat. Dari menulis review gw akhirnya diminta editornya untuk membantu liputan konser. Pertama kali bertugas meliput konser Jason Mraz di Java Jazz.
Mudah-mudahan gw bisa mewujudkan mimpi-mimpi gw selanjutnya untuk menulis novel, menjadi kontributor untuk media yang lebih besar lagi. Terima kasih juga untuk teman-teman yang sudah mensupport karir menulis gw. Ai, Welly, Hendra, Kyle, Dhina, Kiwi, Angel.

Sound Up magazine ini berisi berita-berita tentang musik, biografi artis musisi, genre musik, budaya musik, review album, sampai tentang teknik bermain alat musik drum,. Begitu banyak yang bisa kalian peroleh dari majalah seukuran setengah folio ini.

Jadi dapatkan segera edisi terbaru Sound Up di toko2 musik, toko buku, cafe, resto di Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta, Bali.

Senin, 11 Januari 2010

Review Album: Alexandra Burke – Overcome


Untuk kalian yang mungkin menggemari lagu-lagu berkarakter ballad yang powerful dengan jangkauan nada yang lebar seperti album klasik Mariah, Whitney dan Celine, dijamin pasti kalian akan menyukai album perdana dari Alexandra Burke ini.
Pemenang X Factor seri ke-5 ini memang punya warna suara yang luar biasa. Tekstur suaranya yang berat dan dalam, diimbangi dengan rentang vokal yang lebar hingga membuatnya mampu menampilkan alunan suara yang dinamis.
Lagu-lagu Alexandra ditulis oleh penulis-penulis lagu kawakan macam Martin Kierszenbaum yang membantu suksesnya Lady Gaga juga Andrea Monica Martin yang sudah menulis lagu-lagu hit untuk En Vogue hingga Leona Lewis. Selain itu Alexandra juga dibantu oleh produser top macam Red One yang sukses mengangkat Lady Gaga atau Stargate yang sukses berkolaborasi dengan Ne-Yo dan Beyonce.
Konsep album ini mencoba menawarkan nuansa eklektik dengan memadukan antara elemen kontemporer dengan retro soul seperti ‘Bury Me (6 Feet)’ atau ‘You Broke My Heart’.
Sementara pada single perdananya sendiri ‘Bad Boys’, dimana ia tampil berduet dengan Flo-Rida, nuansanya lebih kental pada pop dance dibalut dengan tekstur kontemporer rap dan sentuhan electro. Single perdana ini sangat kupinggenic, hingga langsung menimbulkan adiksi begitu mendengarnya. Chord melodi ‘Bad Boys’ sedikit mengingatkan pada pop dance pada era 80-an yang memiliki nuansa doo-wop, macam True Blue dan Uptown Girl, meski versi Alexandra terasa lebih modern. Begitu juga yang akan kita rasakan pada single keduanya ‘Broken Heels’.
Di album ini Alexandra juga mengajak Ne-Yo berduet dalam komposisi berjudul ‘Good Night Good Morning’. Tekstur lagu ini kental dengan R&B. Tapi yang membuat lagu ini terdengar nikmat di telinga adalah baik Alexandra dan Ne-yo tidak banyak berimprovisasi dengan melismatik yang meliuk-liuk. Nuansa electro dan beat yang relative cepat memang rasanya tak pas jika harus dipadukan dengan aransemen vokal yang melismatik.
Ya, di album ini memang Alexandra tak mengandalkan melismatik ala Mariah Carey. Aransemen vokalnya lebih strict pada melodi, tanpa banyak improvisasi yang cenderung show off. Menurut saya inilah keuntungan menjadi Black British ketimbang Black American, tak perlu repot dengan show off improvisasi melismatik untuk menegaskan karakter black-nya itu. Gaya vokal Alexandra lebih cenderung powerful macam Whitney dan Celine. Coba dengarkan dengan seksama Alexandra mempresentasikan komposisi ‘The Silence’, Overcome’ dan ‘Hallelujah’. Dijamin interpretasi, dinamika tekstur vokal dan rentang nada Alexandra akan membuat kita terhanyut sekaligus merinding.
Banyak kritikus musik yang mengatakan album ini kurang terasa soul blacknya, namun rasanya album Alexandra menjadi jawaban buat saya untuk tampilnya diva baru di dekade yang akan datang. Jika vokal dan interpretasi Leona seringkali terasa aneh pada lagu-lagu bertempo cepat, maka vokal Alexandra memiliki versatilitas yang mengagumkan untuk menyesuaikan dengan tempo lagu. Watch out Leona Lewis, here comes Alexandra Burke!

Track List:
1. "Bad Boys" (featuring Flo Rida)
2. "Good Night Good Morning" (featuring Ne-Yo)
3. "The Silence"
4. "All Night Long"
5. "Bury Me (6 Feet Under)"
6. "Broken Heels"
7. "Dumb"
8. "Overcome"
9. "Gotta Go"
10. "You Broke My Heart"
11. "Nothing But the Girl"
12. "They Don't Know"
13. "Hallelujah" – UK Bonus Track
14. “All Night Long” – Deluxe Edition
15. “It’s Over” – Deluxe Edition

DIVA: WHITNEY HOUSTON


Terlahir dengan nama Whitney Elizabeth Houston pada 9 Agustus 1963, penyanyi yang satu ini memang ditakdirkan untuk menjadi seorang legenda musik. Whitney memulai karir musiknya menjadi solois dalam paduan suara gereja di bawah asuhan ibunda, Cissy Houston. Dengan nama besar sepupunya, Dionne Warwick, yang lebih dulu terkenal dan ibu babtisnya, Aretha Franklin, tak heran jika Whitney memiliki musikalitas yang luar biasa. Cissy sering membawa Whitney ke dapur rekaman saat Cissy menjadi backing vocal untuk artis-artis pada masa itu. Awalnya Whitney masuk dapur rekaman sebagai backing vocal untuk Chaka Khan untuk lagu ‘I’m Every Woman’, lagu yang kemudian menjadi hit Whitney pada album ‘The Bodyguard’. Setelah Chaka, Whitney juga membantu Lou Rawls dan Jermaine Jackson. Sebelum bergabung dengan Arista, Whitney telah mendapatkan tawaran rekaman dari label lain. Tapi Cissy memaksa Whitney untuk menyelesaikan SMA-nya terlebih dulu sambil menunggu tawaran dan produser yang tepat untuk menangani karir musik Whitney. Akhirnya Clive Davis-lah yang beruntung meminang Whitney untuk masuk dapur rekaman pada tahun 1983. Nampaknya memang Cissy menunggu tawaran dari Clive Davis datang.

Clive Davis adalah nama besar dibalik superstar musik dunia mulai Dionne Warwick, Janis Joplin, di masa lalu hingga Alicia Keys di masa kini. Beberapa produser musik ditawari untuk menangani album perdana Whitney tapi banyak yang menyangsikan kemampuannya yang masih muda. Whitney kemudian dikenal lewat timbre suaranya yang komersial lembut sekaligus powerful. Range vocalnya yang lebar membuat banyak vokalis saat ini macam Beyonce dan Christina Aguilera mengidolakannya. Akhirnya pada Februari 1985, dirilislah album perdana self titled, Whitney Houston. Meski album ini dipuji-puji oleh Rolling Stones dan New York Times, penjualannya lambat. Singel pertama yang dirilis ‘Someone for Me’ gagal menembus chart. Adalah single ‘You Give Good Love’ yang mulai mengangkat nama Whitney di pasar R&B. Clive menginginkan Whitney menembus batas rasial dengan tampil pada show-show malam di televisi Amerika yang saat itu terbilang rasialis. Berkat single ‘How Will I Know’ yang sukses besar, nama Whitney mulai bergaung dimana-mana. Berkat video ini pula Whitney berhasil mendobrak aturan rasial MTV saat itu. Jika Michael Jackson mewakili musisi pria kulit hitam mendobrak aturan rasial MTV ini, maka Whitney Houston-lah yang membuka jalan bagi artis musisi perempuan kulit hitam berikutnya untuk tampil di MTV. Bahkan seorang Janet Jackson dan Anita Baker mengakui berkat Whitney-lah mereka bisa tampil di MTV. Singel penutup album perdana ini yang bernuansa pop jazz ballad ‘The Greatest Love of All’ menjadi penutup yang manis bagi awal perjalanan karir Whitney. Berkat album ini Whitney meraih berbagai penghargaan mulai dari Grammy, Emmy, American Music Award, dan MTV Music Award.

Album kedua yang berjudul ‘Whitney’ juga membuat Whitney sukses besar dengan menancapkan 4 single pada posisi nomor satu. Meski secara musikalitas album ini dinilai kurang membawa pembaruan karena mirip dengan materi album perdananya, Whitney berhasil menjual 25 juta keping albumnya.
Whitney memang sukses luar biasa di kalangan kulit putih. Pada saat itu coba tanyakan nama Whitney di kawasan Eropa, seperti UK, Belanda, Belgia dll, semua mengenal Whitney. Sayangnya nama Whitney kurang dikenal di kaum kulit hitam Amerika sendiri. Bahkan partner duet Whitney, CeCe Winans yang popular di kalangan kulit hitam tidak mengenal nama Whitney sebelum berkenalan langsung dengan Whitney. Whitney sering dikritik musiknya terlalu putih, kurang bernuansa soul dan R&B. Akhirnya Whitney berusaha membuktikan lewat album ketiganya, ‘I’m Your Baby Tonight’ dengan bantuan Babyface, Luther Vandross dan Stevie Wonder. Album ini membuat media terpecah menjadi dua dalam menilai kemampuan artistic musiknya. Rollin Stones memberikan pujian, sementara yang lain menilai nuansa hitam di album ini terasa palsu. Kali ini Whitney hanya sukses mena
ncapkan dua single pada posisi nomor satu. Album ini memang tidak sukses luar biasa secara komersial, meski terjual 10 juta keping, tapi Whitney berhasil mendapatkan respek di kalangan kulit hitam Amerika. Di tahun 2001 Whitney diundang menyanyikan lagu kebangsaan Amerika ‘The Star Spangled Banner’, pada Super Bowl dan segera saja lagu Whitney membuat rekor baru single lagu kebangsaan pertama yang berhasil menembus 20 besar tangga lagu pop US 100 hit.

Setelah itu Whitney mulai merambah karir film. Debut film Whitney ‘The Bodyguard’ maupun album soundtracknya sukses luar biasa. Single ‘I Will Always Love You’ mematahkan rekor Bee Gees bercokol di posisi nomor satu tangga lagu saat itu selama 14 minggu berturut-turut. Sebuah rekor saat itu untuk artis wanita kulit hitam. Setelah sukses album ‘The Bodyguard’, Whitney kemudian menelurkan album soundtrack ‘Waiting To Exhale’ dari film yang juga dibintanginya. Lewat film ini Whitney mulai mendapatkan respek dari kritikus film karena mampu berperan dengan baik dibandingkan dengan perannya dalam The Bodyguard. Tahun 1996 Whitney merilis album soundtrack kembali, ‘The Preacher’s Wife’ yang sukses sebagai album gospel terlaris yang pernah ada. Album ini terjual 6 juta keping di seluruh dunia. Akhir 1998 Whitney merilis album studionya yang keempat setelah 8 tahun sejak album ‘I’m Your Baby Tonight’. Album berjudul ‘My Love Is You Love’ ini meraih sukses secara respektif. Kritikus musik menyukai album ini. Meski secara komersial sukses album ini masih di bawah p
enjualan ‘I’m Your Baby Tonight’ tapi nama Whitney kembali berkibar di kancah dance music. Whitney berhasil berkibar kembali di daratan Eropa.

Tahun 2001 Whitney memperbarui kontraknya dengan Arista/BMG sebesar US$ 100juta untuk merilis 6 album baru belum termasuk royalti. Sayangnya kesuksesan ini terus saja dibayangi oleh berbagai gossip dan kejadian yang menimpa dirinya. Mulai dari soal kecanduan narkoba sampai kekerasan dalam rumah tangga hingga pemecatannya
dari penampilan di Oscar. Akhirnya album Whitney yang ke-5 ‘Just Whitney’ dengan sukses gagal di pasaran. Setelah bercerai dengan Bobby Brown, Whitney sempat memutuskan untuk pensiun dari dunia musik. Tapi Clive Davis datang meyakinkan Whitney bahwa pasca bayang-bayang Bobby adalah saat yang tepat untuk bekerja kembali. Whitney memang pernah dikenal memiliki warna suara yang indah dan range vocal yang lebar yang membuatnya menjadi inspirasi bahkan untuk Mariah Carey sekalipun yang sering dibanding-bandingkan dengan Whitney pada awal karir Carey. Saat ini vocal Whitney memang tidak sedahsyat pada awal karirnya seperempat abad lalu. Tapi kharismanya tidak pernah pudar. Lewat Listening Event yang diadakan Clive Davis di London, Los Angeles dan New York, Whitney mulai menampakkan tanda kelahirannya kembali. Berbagai media memberikan respons yang lumayan baik. Kini kerja keras Whitney pasca Bobby akan kita buktikan lewat album studionya yang ke-6 yang sudah dirilis pada 28 Agustus 2009 lalu.

Review Album: Gossip – Music For Men


Sejak pertama mendengar single ‘Heavy Cross’ diputar di radio saya mulai jatuh cinta dengan Gossip. Coba perhatikan liriknya yang menurut saya bermakna dalam,

It's a cruel cruel world, to face on your own, A heavy cross, to carry along, The lights are on, but everyone's gone, and it's cruel It's a funny way, to make ends meet, when the lights are out on every street, It feels alright, but never complete, without joy,

Band yang digawangi oleh Beth Ditto sebagai vokalis, gitaris Brace Paine and drumer Hannah Blilie mempunyai warna musik garage rock yang unik buat saya. Awalnya memang vocal dan gaya interpretasi Beth Ditto di ‘Heavy Cross’ sedikit mengingatkan pada Cindy Lauper di ‘Girls Just Want to Have Fun’ yang playfull. Yang membedakan Beth Ditto, yang berkulit putih, mempunyai ciri khas suara dan tarikan layaknya penyanyi soul gospel kulit hitam. Menarik sekali mendengarkan Gossip ini menggabungkan warna suara soul dari Beth Ditto dengan musik rock post punk. Yang mengejutkan buat saya album ‘Music For Men’ ini adalah album keempat dari The Gossip. Band yang telah berdiri selama satu dekade ini nampaknya lebih terkenal di kawasan Amerika Utara dan Inggris. Ketiga album sebelumnya dirilis lewat indie label ‘Kill Rock Stars’ yang membuat mereka lebih dikenal di komunitas indie. Dalam dua album pertama band ini menggunakan nama ‘The Gossip’, barulah pada album ketiga mereka merubah nama menjadi ‘Gossip’. Album kali ini adalah album studio pertama mereka dengan major label. Nuansa rock dalam album ini sangat kupinggenic, meski musiknya didominasi drum dan gitar. Beberapa komposisi di album ini langsung menjadi favorit saya selain ‘Heavy Cross’ tentunya. Misalnya ‘Dimestore Diamond’ yang mengingatkan pada Blondie di era 80-an. Coba dengarkan ‘Love Long Distance’ yang diimbuhi iringan keyboard, komposisi ini sedap di telinga. Atau ‘Pop Goes the World’ yang dipadukan dengan synthesizer hingga nikmat untuk bergoyang. Tembang lain yang juga nikmat untuk bergoyang adalah ‘Four Letter Word’ yang mengingatkan pada Depeche Mode. Gaya retro Gossip membuat saya merasa perlu memasukkan album ini dalam koleksi saya.


Track List:
1. Dimestore Diamond
2. Heavy Cross
3. 8th Wonder
4. Love Long Distance
5. Pop Goes the World
6. Vertical Rhythm
7. Men in Love
8. For Keeps
9. 2012
10. Love and Let Love
11. Four Letter Word
12. Spare Me from the Mold

Minggu, 10 Januari 2010

Review Album: Harry Connick Jr. – Your Song


Ada delapan alasan mengapa saya merasa harus memiliki album studio vokal ke-16 dari Harry Connick Jr. yang berjudul ‘Your Songs’ ini.
  1. Sebelum Michael Buble muncul di pentas musik dunia, Harry Connick. Jr. telah malang melintang dalam dunia musik selama lebih dari 30 tahun lalu sejak ia masih kanak-kanak. Dengan pengalaman mengisi soundtrack berbagai film mulai dari ‘When Harry Met Sally’, ‘The Godfather III’ hingga ‘The Mask’ dan ‘One Fine Day’. Connick Jr. sebagai pianis bahkan telah merilis 7 album instrumental sejak usia 10 di tahun 1977. Ia juga telah merilis 16 album vokal termasuk yang teranyar, ‘Your Songs’ ini.
  2. Connick Jr. telah memenangkan berbagai penghargaan satu Emmy dan tiga Grammy. Dengan latar belakang seperti dua poin ini, tidak ada alasan untuk tidak mulai mendengarkan Harry Connick Jr. dalam album ‘Your Songs’ ini.
  3. Album ‘Your Song’ ini diproduseri oleh Clive Davis yang telah malang melintang menangani album berbagai superstar musik. Davis menyatakan tertarik menangani album Connick Jr. karena mereka belum pernah bekerja sama sebelumnya. Hasil kolaborasi ini memang tidak mengecewakan.
  4. Sebagian besar lagu-lagu di album ini dipilih oleh Davis. Davis sendiri memilih lagu-lagu pop yang klasik, nge-hit pada masanya sehingga pastinya cukup kupinggenic sekaligus terasa cukup relevan dengan selera masa kini. Davis memilih lagu-lagu ciptaan penulis lagu legendaris macam Burt Bacharach, Hal David, Paul McCartney, John Lennon, Billy Joel, Charlie Chaplin, Oscar Hammerstein dan Elton John. Lagu-lagu yang sudah cukup dikenal karena hit di masa lalu.
  5. Aransemen lagu-lagu di album ini dikerjakan sendiri oleh Connick Jr. atas permintaan Clive Davis. Davis nampaknya ingin Connick Jr. lebih terasa pop cross over jazz supaya meraih pendengar dan penikmat musik lebih banyak. Dengan sentuhan Davis memang terasa lagu-lagu Connick Jr. di album ini lebih kupinggenic. Lagu-lagu pop tua yang klasik diaransemen ulang diberi sentuhan jazz, bigband hingga terasa kontemporer. Album ini bisa dikatakan album retro dengan sentuhan pop traditional dan jazz. Konsep yang menarik. Membuat lagu-lagu lama dipadukan dengan gaya musik traditional pop dan jazz hingga terdengar baru.
  6. Dalam album ini Connick Jr. dibantu oleh musisi-musisi kawakan. Antara lain duo bersaudara Marsalis, Brandford dan Wynton Learson, saksofonis dan peniup terompet yang pernah dilibatkan dalam album Sting, Shanice, Tina Turner, Diana Krall dan Norah Jones. Selain itu juga ada gitaris Bryan Sutton yang pernah membantu Dixie Chicks. Juga Roger Ingram, peniup terompet yang pernah bekerja sama dengan musisi legendaris Ray Charles. Termasuk Wayne Bergeron, peniup terompet yang pernah membantu Christina Aguilera, Avenge Sevenfold, Beyonce, Celine Dion. Bayangkan dengan musisi sekaliber itu bisa dibayangkan bagaimana menariknya album ini akan terdengar.
  7. Coba dengarkan ‘Can’t Help Falling In Love With You’ yang mungkin sudah ribuan kali dibawakan penyanyi lainnya, hingga saya meras jenuh. Tapi Connick Jr. Sukses memberikan nyawa baru kepada lagu ini hingga saya jatuh cinta kembali dengan tembang ini. Apalagi dengan solo terompet Wynton Marsalis. Duh lagu ini jadi begitu manis di telinga. Atau nikmati saja ‘Your Song’ yang lebih sederhana dengan iringan piano, sungguh berbeda dengan versi Elton John. Connick Jr. berhasil memberikan nyawa baru dengan interpretasi dan warna vokalnya pada lagu-lagu lama ini hingga terasa baru, dengan manis yang pas tapi tidak monoton.
  8. Harry Connick Jr. meski termasuk dalam kategori musisi lama tapi berhasil mereinventasikan musiknya menjadi lebih segar lewat album ini. Sebuah alternatif dengaran baru di tengah dominasi Buble di kancah pop. Jadi sungguh terlalu jika kalian melewatkan album ini begitu saja.

Review Album: Angela Aki – Answer


Angela Aki yang memiliki nama asli Aki Kiyomi adalah musisi blasteran berdarah Jepang, Italia, Amerika. Lulusan ilmu politik dari George Washington University ini mulai terinspirasi untuk merintis karir bermusik sejak menyaksikan konser Sarah Mclachlan saat masih berusia 20 tahun. Awal millennium ini Angela, yang mahir bermain piano ini, sempat merilis album indienya yang bertajuk ‘These Words’ di Amerika Serikat. Tahun 2003, sesaat setelah kembali bermukim di Jepang ia menyaksikan konser musik Shiina Ringo di Nippon Budokan Hall. Angela bertekad dalam waktu 3 tahun ia harus bisa tampil di tempat yang sama. Jadi Angela kemudian tampil di berbagai tempat dan bar di Tokyo, menulis seratusan lagu, dan merekam beberapa demo. Hingga akhirnya tahun 2005 ia merilis album indienya yang kedua ‘One’. Album tersebut segera saja menjadi album indie nomor satu di Jepang saat itu. Kesuksesan album ‘One’ menarik perhatian Nobuo Uematsu yang kemudian meminta Angela untuk menuliskan lirik dan tampil untuk pertunjukan lagu tema Final Fantasy XII di tahun 2006. Di tahun yang sama Angela dikontrak oleh Tofu Records untuk memproduksi single dan album.
Answer adalah album studio ketiga Angela di bawah label Sony. Album yang berisi 13 lagu. Komposisi pertama yang berjudul ‘Letter – Greetings to 15 Year Old Boy’ segera menjadi lagu yang popular diantara siswa-siswa di Jepang. Lagu tersebut diajarkan di sekolah sebagai lagu contoh proyek kampanye anti bullying dalam sekolah-sekolah di Jepang. Lagu ini sebenarnya adalah cover version dalam versi bahasa Jepang dari lagu Ben Folds yang berjudul ‘Still Fighting It’. ‘Still Fighting It’ sendiri diciptakan Ben Folds untuk anak lelakinya, Louis, yang mengalami kesulitan akibat bullying pada masa remaja. Ben Folds yang mendengar proyek Angela ini, segera berusaha untuk menghubungi Angela. Hasilnya adalah kolaborasi mereka berdua dalam lagu ‘Black Glasses’ yang juga dimasukkan dalam album ini. Sebuah lagu bernuansa riang dalam aransemen yang sederhana.
Selain itu di album ini Angela juga melakukan cover version lagu klasik ‘We’re All Alone’ karya dari Boz Scaggs, seorang penyanyi, gitaris dan penulis lagu. Lagu ini sudah sering dibawakan oleh penyanyi lain. Yang membuat berbeda adalah Angela membuat cover version lagu ini dengan memadukan antara lirik berbahasa Jepang dan Inggris. Selain itu Angela juga membawakan ulang ‘Knockin on Heaven’s Door’ karya Bob Dylan. Ia juga memadukan antara lirik berbahasa Inggris dan Jepang di dalam lagu ini.
Bagaimana dengan musik di album ini? Album ini bisa dikatakan album pop dengan komposisi yang cukup kupinggenic namun tidak standar. Coba dengarkan alunan piano yang manis dan sederhana pada ‘Letter~ Greetings to a 15 Year Old Boy’, membuat suara tipis Angela menjadi menonjol. Begitu manis di telinga. Sementara pada ‘Knockin’ On Heaven’s Door’ Angela menunjukkan vokal yang lebih bertenaga. Musik-musiknya memang didominasi dengan alunan piano. Tetapi Angela menunjukkan versatilitasnya dengan memasukkan genre lainnya selain pop minimalis, seperti rock pada tembang berjudul ‘Answer’. Sementara pada ‘Our Story’ Angela memasukkan unsur jazz. Pada ‘Reflection’ Angela memasukkan beat reggae ke dalam komposisi pop. Coba dengarkan ‘Twilite Evening’ yang menjadi salah satu tembang balada favorit saya di album ini. Album ‘Answer’ sungguh sayang kalau tidak dimasukkan dalam salah satu koleksi Anda.

Track List:
1. Letter~ Greetings to a 15 Year Old Boy
2. Knockin' on Heaven's Door
3. Answer
4. Somebody Stop Me
5. Dahlia
6. Final Destination
7. Our Story
8. Twilite Evening
9. We're All Alone
10. Reflection
11. Requiem
12. Black Glasses (In Collaboration with Ben Folds)
13. Fighter

Jumat, 08 Januari 2010

KINGS OF CONVENIENCE AKAN KONSER DI JAKARTA & BANDUNG

Baru dapat kabar berita dari detikhot kalau grup band asal Norwegia, Kings Of Convenience, akan menggelar konser di Jakarta dan Bandung pada 27-28 Maret mendatang. Dan sebagai pembuka adalah penyanyi Jens Lekman asal Swedia.
Menurut rencana konser di Jakarta akan dilangsungkan di Upper Room, Hotel Nikko. Sementara untuk Bandung akan diadakan di Sabuga. Untuk tiket berkisar antara Rp 200-400 ribu. Konser kali ini dipromotori oleh Soundshine Mega Concerta. Tiket menurut kabar berita sudah bisa didapatkan di toko buku Aksara.

Kamis, 07 Januari 2010

CONCERT THE TING TINGS @ JAVA SOULNATION

photo courtesy of Leonardus Surya

Salah satu artis yang ditunggu-tunggu dalam Jakarta International Java Soulnation Festival kali ini adalah The Ting Tings. Terlambat 45 menit dari jadwal yang ditentukan penampilan pembuka The Ting Tings cukup menghibur hati. Di atas panggung yang sederhana Jules muncul mengenakan kaos pas badan warna putih beraksen ritsluiting hitam lengkap dengan kacamata hitam bingkai putihnya. Intro dari ‘We Walk’ berupa bunyi alunan piano dari keyboard yang dimainkan Jules de Martino sukses membuat penonton bersorak kegirangan. Selama beberapa saat Jules memainkan sendiri instrumen musik. Setelah Jules mempertunjukkan kebolehannya memainkan gitar sambil menggebuk drum. Sebuah atraksi yang cukup mengesankan. Tak lama kemudian Katie White dengan hot pants juga atasan hitam berstocking ungu lengkap dengan topi, muncul dan mengalunlah lagu ‘We Walk’ yang dinamis.


Lewat gebukan drum Jules yang bertenaga, cabikan gitar juga lengkingan Katie akhirnya mengalunlah lagu-lagu lainnya seperti ‘Great DJ’, ‘Be The One’, ‘Traffic Light’ dan ‘Shut Up And Let Me Go’ yang menjadi puncak penampilan mereka malam itu. Diimbuhi dengan tampilan video montage serta lighting yang dinamis, penampilan mereka sanggup membuat seluruh Istora Senayan bergoyang. The Ting Tings meski sedikit memberikan narasi di sela jeda antar lagu, tetap mampu membuat konser yang komunikatif dengan penonton. Katie sendiri sempat mengucapkan salam dalam bahasa Indonesia meski dengan membaca kertas contekan yang sudah disiapkan. The Ting Tings malam itu menampilkan sepuluh lagu. Penampilan Jules benar-benar multi instrumentalis sejati, karena sesekali Jules memainkan dua instrumen sekaligus seperti di awal konser. Jules juga mengisi vokal. Di bagian akhir konser Jules memainkan potongan-potongan notasi reffrein dari beberapa lagu macam ‘Walk This Way’, ‘Ghostbuster’, ‘Another One Bites The Dust’ yang dimedley sebagai intro dari ‘Impacilla Carpisung’. Sebagai penutup konser, The Ting Tings menampilkan ‘That’s Not My Name’ yang segera saja diikuti oleh seisi Istora bernyanyi bersama.


Aksi panggung The Ting Tings memang berjalan dalam tempo yang cepat. Meski baru meluncurkan satu album lagu-lagu alternative dance The Ting Tings mampu membuat penonton setia menonton sampai akhir acara. Jules dan Katie membuat tempo konser berjalan cepat tanpa membuat kita terengah-engah atau jenuh dengan penampilan mereka. Yang mengagumkan meski mereka hanya tampil berdua tetapi musik mereka terdengar begitu lengkap.

BEHIND THE STAGE JAVA SOULNATION

Dari Balik Panggung...
Penampilan sejumlah bintang tamu utama dari luar memang menarik untuk disaksikan. Tapi tidak kalah menarik adalah bagaimana musisi-musisi ini mengungkapkan konsep bermusik yang menjadi idealisme mereka. Dan itulah yang terungkap lewat chitchating selama konferensi pers dengan mereka. Berikut ini adalah rangkumannya.

Musiq Soulchild
Apa dan bagaimana pandangan bermusiknya? Bagi musisi yang bernama asli Taalib Johnson ini musik adalah agamanya. Musik merupakan hal yang dilakukannya lebih dari apapun sepanjang hidupnya, hidupnya adalah musik. Ia merasa senang, terinspirasi dan termotivasi untuk membuat dunia yang lebih baik dengan musik. Musik sama pentingnya dengan arti sebuah keluarga dan agama. Lewat musik MS ingin membawa perspektif yang nyata tentang sebuah relasi. Ia ingin musiknya menyatakan hal-hal yang jarang dibicarakan dalam sebuah relasi tentang kesempatan kedua. Menurutnya jika kita ingin mengenal seseorang, yang harus kita lakukan adalah memberikan kesempatan kedua. MS juga mengungkapkan kalau ia ingin menyampaikan apa yang tidak didengarnya agar orang mampu untuk lebih bertoleransi dan saling menghargai. MS tidak ingin mencapai target-target tertentu lewat musiknya. Menurut MS sendiri musiknya adalah musik soul, musik yang bernyawa. Lewat musik MS ingin menyatakan ekspresi dirinya dan menjadi inspirasi bagi setiap orang.


Arrested Development
Grup yang didirikan oleh duo Speech dan Headliner ini memiliki filosofi musik yang hidup. Mereka mengakui kalau mereka memiliki bentuk yang unik karena berbagai latar belakang yang dimiliki oleh setiap personel mulai dari blues, R&B dan sebagainya. Apalagi mereka juga tampil dalam berbagai festival dengan beragam genre musik mulai dari rock, reggae, folk dan lain-lain. Karena itu buat mereka tidak ada kalimat yang sanggup mendefinisikan musik mereka karena musik mereka mencakup berbagai macam genre. Mereka datang memainkan musik hip-hop dan R&B dengan filosofi yang awal yang menurut mereka adalah menghentikan kekerasan, mengalihkan energi perseteruan menjadi gerakan yang positif. Mereka ingin menjadi grup musik yang membawa pesan untuk membuat hidup yang lebih baik. Musik mereka akan menyajikan banyak semangat hidup dan kegembiraan.

DMC of Run DMC
Menurut DMC orang Indonesia berhak mendapatkan pertunjukan hip-hop yang sebenarnya bukan hanya berasal dari TV atau rekaman lainnya. DMC menyakini musik hip-hop yang sebenarnya adalah menyertakan seorang MC dan DJ yang menggunakan rekaman bukan sekedar menekan tombol-tombol. Ia yakin komposisi hip-hop seperti itulah yang terbaik. Lewat musik yang diusungnya ia membawa pesan satu bangsa satu irama. Ia ingin membuat setiap orang sebagai satu individu, yang meskipun berbeda-beda tetapi juga satu karena disatukan oleh musik hip-hop. Ia menceritakan bagaimana gerakan hip-hop diawali di New York saat ABG berkreasi dan memaksa orang dewasa untuk melihat apa yang ABG-ABG itu saksikan. Tapi pada perkembangannya hip-hop juga berkembang dan mempengaruhi, menulari orang-orang di berbagai daerah seperti New Jersey dan California. Hip-hop, MC dan DJ mampu menyatukan orang dengan berbagai latar belakang politik, ras dan agama. Entah mereka tinggal di daerah kumuh atau mewah macam Beverly Hills, hip-hop menyatukan semuanya duduk di satu meja. Buat DMC stereotipe hip-hop yang diidentikan dengan kekerasan dan gank adalah sesuatu yang klise. Hip-hop bukan melulu membahas soal kekerasan dan gank. Menurutnya hip-hop adalah tentang apa yang sedang terjadi dan bukan sekedar mengekor orang lain. Hip-hop itu membawa penyembuhan, sesuatu untuk memperbaiki keadaan kita. Dan itulah yang menjadi musiknya, memberi suara bagi orang yang tidak melihat. Sementara itu DMC melihat industri musik khususnya hip-hop saat ini telah berubah menjadi membosankan dan menakutkan. Dulu hip-hop jauh lebih menarik karena memadukan begitu banyak suara, unsur dan latar belakang. Sekarang semuanya terdengar seragam. Buatnya ini sebuah kemunduran bagi hip-hop. Dulu semua mengikuti gaya disko dan funk sampai Run DMC muncul dan membuat perbedaan. Saat seorang artis musisi muncul dengan sesuatu yang lebih baik, akan lahir kompetisi, kreativitas yang membuat musik mampu berevolusi. Sekarang mungkin tinggal 3% dari yang dahulu. Rapper sekarang menurut DMC bahkan tidak menghormati wanita dengan menggunakan kata-kata kasar kepada wanita, selain menjual seks dan kekerasan untuk meraih popularitas dan kekayaan. Baginya hal ini sangat menyakitkan menyaksikan artis musisi hip-hop tidak peduli dengan audiens pendengarnya yang termasuk wanita. Ia ingin menyampaikan pesan lewat musiknya untuk mencintai ibu dan saudara perempuan kita. DMC sendiri mengakui musiknya sendiri berevolusi. Dulu ia merasa lebih sering narsis dengan membawakan lirik yang mengungkapkan betapa hebat dirinya. Namun saat ini sebagai seorang individu lewat musiknya ia mengungkapkan tentang pembunuhan sahabatnya, kecanduan alkohol dan berbagai masalah pribadi lainnya. Itu semua ia lakukan karena ia yakin ada banyak orang di luar sana yang memiliki masalah yang sama dengan dirinya. Ia juga mengakui sekarang mulai terbuka dan mendengarkan lebih banyak jenis musik bahkan country sekalipun daripada hanya hip-hop.

CONCERT FRANZ FERDINAND @ PLAYGROUND

photo courtesy of leonardus surya

Pertengahan November lalu di malam Minggu yang panjang, Franz Ferdinand tampil sebagai bagian dari pertunjukan hiburan Playground. Playground merupakan gelaran rutin setiap tahun yang diselenggarakan salah satu kelab hit di Jakarta, Embassy. Diawali sebelumnya oleh DJ Remy Irwan yang menghangatkan suasana dengan musiknya yang bearoma techno dan tech-house. Pukul sebelas malam lewat, Franz Ferdinand mengawali konsernya dengan membawakan komposisi berjudul Michael yang berasal dari album perdana mereka. Dan mengalunlah di udara suara dari Alex Kapranos.

I'm all that you see, you wanna see So come and dance with me Michael So close now, so close now So come and dance with me

Pilihan lagu yang energik untuk menghangatkan penonton yang sudah cukup lama berdiri menanti-nantikan penampilan mereka. Setelah Michael dilanjutkan berturut-turut dengan Turn It On dan This Fire. Digawangi oleh Alex Kapranos pada vokal dan gitar, Bob Hardy pada bass, Nick McCarthy pada keyboard dan gitar serta Paul Thomson sebagai penggebuk drum, Franz Ferdinand mengawali serangkaian tur Tonight di Asia Tenggara dengan tampil perdana di Jakarta dalam Playground kali ini. Didukung dengan panggung yang sederhana Franz Ferdinand meski tidak terlalu komunikatif dengan penonton, tapi tetap mampu membuat mood terjaga selama pertunjukan berlangsung. Alunan musik bernuansa rock, dance dan post punk membuat sebagian penonton ikut bergoyang. Meski nampaknya sebagian penonton kurang mengenali sebagian nomor lagu yang berasal dari album ketiga mereka, namun FF sanggup membuat penonton larut menikmati penampilan mereka.

Franz Ferdinand menampilkan total 17 lagu. Sebagian besar berasal dari album ketiga mereka macam Turn It On, Live Alone dan Can’t Stop Feeling juga yang lumayan ngetop Ulysses. Selain Michael mereka juga menampilkan sejumlah komposisi dari album pertama seperti This Fire, Tell Her Tonight, The Dark of Matinee, Take Me Out dan 40. Mereka hanya menampilkan 3 tembang dari album kedua seperti Outsiders, Do You want to dan Walk Away.

Menarik sekali melihat penampilan Kapranos yang energik sambil memainkan gitarnya. Dipadukan permainan keyboard yang kental dengan sentuhan electro juga gebukan drum yang dinamis dan cabikan gitar meraung membuat penampilan Franz Ferdinand terasa hidup. Pada bagian penutup mereka menampilkan Lucid Dreams. Lagu ini terasa bagai perpisahan yang manis dimana satu per satu personel mulai meninggalkan panggung dengan meninggalkan instrument musik mereka. Diawali dengan sang Kapranos, dilanjutkan dengan McCarthy kemudian Hardy. Sementara Thompson masih asyik bersolo menggebuk drumnya dengan powerful. Hingga akhirnya ia sendiri yang melakukan closure dengan melemparkan kedua stik drum ke arah penonton sebagai tanda berakhirnya konser malam itu. Sungguh sebuah pengalaman yang musikal yang menyenangkan.

Review Album: David Gray – Draw The Line


Bulan September lalu David Gray merilis album studionya yang ke-8, ‘Draw The Line’. Album pertama yang diproduksinya selepas bercerai dengan anggota bandnya yang lama. Di album ini Gray dibantu oleh personel-personel yang baru meski masih dibantu produser Rob Malone yang selalu membantu Gray di album-album sebelumnya. Gray sendiri mengatakan kalau album ini sebagai penanda, akhir sebuah era dan awal era yang baru, sekaligus untuk menegaskan untuk tidak coba-coba melintas batas sebab sudah ada garis tegas pemisah. Mungkin yang dimaksudnya adalah untuk musiknya. Album ini berisikan sebelas lagu baru yang semuanya ditulis oleh Gray sendiri dibantu oleh Malone dan Rob MacColl, gitaris dalam band pendukung Gray yang baru.
Gray juga mengajak Annie Lennox berkolaborasi dalam komposisi berjudul ‘Full Steam’. Lagu ini sendiri digambarkan oleh Lennox memiliki pesan politik yang luas. Duet Gray dan Lennox terasa menyatu hingga membuat lagu ini menjadi favorit saya.
Selain Lennox sebenarnya Gray mengajak Dolly Parton untuk berduet dalam lagu ‘Kathleen’. Sayang sekali Parton menolak karena alasan kesibukan jadwalnya. Sebagai gantinya Gray mengajak Jollie Holland sebagai gantinya. Jollie Holland adalah salah satu musisi folk country jazz asal Texas.
Gray sendiri masih setia membawakan nuansa folk rock. Gray berhasil memasukkan vokalnya yang soulful dan lirik yang penuh muatan emosi ke dalam album ini hingga menjadi terasa rock melankolis yang lembut. Saya sendiri menyukai hampir seluruh komposisi di album ini. Coba dengarkan track pertama yang menjadi debut single album ini ‘Fugitive’. Begitu nikmat untuk didengarkan hingga menjadi pengobat rindu bagi penggemar Gray akan karyanya yang baru. Fugitive sendiri menurut Gray terinspirasi dari gambar Sadam Hussein yang ditarik keluar dari lubang persembunyiannya. Sementara komposisi ‘Nemesis’ memiliki lirik yang bisa dikatakan mewakili warna emosi , coba perhatikan:

I am the photograph you found in your burned down house I am the smell you're trying to wash out of your hair.

Sementara pada ‘Stella The Artist’ Gray terdengar lebih ceria dengan tempo yang upbeat. Komposisi ‘Breathe’ dengan solo gitar yang mendominasi terdengar sangat dinamis. Kalau menyukai rock, album ‘Draw The Line’ ini harus masuk dalam koleksi.

Track List:
1. Fugitive
2. Draw the Line
3. Nemesis
4. Jackdaw
5. Kathleen" (featuring Jolie Holland)
6. First Chance
7. Harder
8. Transformation
9. Stella the Artist
10. Breathe
11. Full Steam (featuring Annie Lennox)

Review Album: Zee Avi – Selftitled


Pertama kali mendengar nama Zee Avi adalah dari membaca suggestion di Facebook karena salah seorang teman menjadi penggemarnya. Saya sendiri belum menaruh perhatian sampai Zee Avi muncul dalam tayangan iklan Channel [V] AMP, sebuah acara televisi yang berisikan musisi-musisi asal Asia. Sejak itu saya menjadi agak penasaran dengan musik dari musisi kelahiran Malaysia ini. Darah seni Zee mengalir dari Kakek pihak Ayah yang adalah pemain band sekaligus penyanyi. Dengan kemampuannya memainkan instrument seperti gitar dan ukulele serta menciptakan lagu, rasanya layak jika Zee mendapatkan spotlight.
Keberuntungan Zee adalah kisah sukses era internet saat ini. Zee menjadi e-librity sejak ia memasukkan video pertunjukkannya ke Youtube agar temannya dapat ikut menyaksikan. Sejak itulah Zee mulai dikenal pengguna internet dari seluruh dunia, hingga akhirnya Zee mendapatkan tawaran rekaman dari Ian Montone. Hingga akhirnya album Zee dirilis dibawah produksi bersama label Ian Montone, Monotone Label dengan label Jack Johnson Brushfire Record.
Musik Zee sendiri bernuansa pop folk akustik dengan sedikit sentuhan jazz, didominasi dengan iringan gitar.Terdengar minimalis dengan lirik-lirik yang gelap, musik Zee memang bukan musik yang bisa dikategorikan kupinggenic. Agak monoton buat mereka yang lebih suka musik pop yang lebih dinamis. Tetapi jika kita sudah terbiasa musik Zee ini nikmat untuk didengarkan. Zee mengakui gaya bermusiknya dipengaruhi oleh Regina Spektor, Leonard Cohen hingga Billie Holiday. Zee mengakui menyukai gaya lirik dari musik klasik jazz yang cenderung lugas dalam bertutur. Coba perhatikan lirik dari komposisi ‘Bitter Heart’ ini:

Bitter heart, bitter heart tries to keep it all inside Bitter heart, bitter heart shadows will help you try to hide Bitter heart my bitter heart is getting just a little fragile Bitter heart bitter heart of mine And then you come and tell me the same reason that you did yesterday so tell me what’s her name

Mungkin jika diperhatikan kelembutan musik Zee Avi ini mengingatkan pada Norah Jones, hanya versi gitaris.

Track List:
1. Bitter Heart
2. Poppy
3. Honey Bee
4. Just You And Me
5. Is This The End
6. Monte
7. Kantoi
8. I Am Me Once More
9. First of the Gang
10. Darlin’ It Ain’t Easy
11. The Story
12. Let Me In

Rabu, 06 Januari 2010

Review Album: Melanie Fiona – The Bridge


Satu lagi solois wanita berbakat asal Kanada meramaikan dunia musik dengan warna yang memang sepertinya tidak bisa dibilang baru, karena sudah ada nama besar Amy Winehouse dan Duffy. Setidaknya saya merasa Melanie membawa angin segar di tengah kejenuhan terhadap Wino dan Duffy. Mungkin disebabkan akar musik reggae Guyana yang dibawa kedua orang tuanya yang adalah imigran asal Guyana.

Selain itu sentuhan dan cengkok yang berbeda dari Melanie membuatnya sedikit menonjol di tengah sepinya persaingan soul singer tahun ini. Melanie sendiri mengaku rasa musiknya dipengaruhi oleh musik yang diputar sang Ibu, mulai dari The Ronettes, Bob Marley sampai Whitney Houston dan Sade. Sementara kemampuan panggungnya diperoleh lewat sang Ayah yang memberinya kesempatan untuk manggung.

Video klipnya ‘Bang Bang’ tengah lalu lalang di Channel [V]. Yang membuat Melanie menonjol adalah kemampuannya menulis lagu ditunjang oleh kolaborasi dengan Andrea Martin yang telah menghasilkan hit ‘Better In Time’-nya Leona Lewis dan sejumlah penyanyi kulit hitam lainnya. Debut album Melanie ini juga didukung oleh produser macam Vada Nobles yang pernah menangani Rihanna, Stereotypes yang sukses dengan Danity Kane, TI, Mary J. Blige juga Future Cut yang sukses menangani Natasha Beddingfield dan Sugababes.

Album ini menurut Melanie sendiri diberi judul ‘The Bridge’ karena musiknya yang menjembatani perbedaan etnik, genre, kelompok umur dan jenis kelamin.

Menurut saya sendiri album ini sangat kental nuansa retronya. Kita akan menemukan berbagai cita rasa musik. Perpaduan rasa retro antara klasik soul, rock n roll 60s, sedikit reggae dan latin serta sentuhan pop yang lebih kontemporer. Melanie akan menceriakan hari kita dengan lagu-lagu yang sebagian besar memiliki beat yang mid dan up tempo. Seperti pada ‘Give It To Me Right’, ‘Bang Bang’ atau ‘Johnny’. Tetapi lewat lagu yang lebih down tempo macam ‘It Kills Me’ atau “Teach Him’, Melanie membuktikan kalau dirinya adalah penyanyi yang mampu mempresentasikan lagu-lagu seperti itu dengan interpretasi yang baik. Meski sebagian besar isinya didominasi lagu-lagu upbeat yang ceria, album ini tidak terasa membosankan. Dinamika antara klasik soul, retro rock n roll, reggae dan latin membuat “The Bridge’ layak untuk dikoleksi.

Track List:
1. "Give It to Me Right" – 3:43
2. "Bang Bang" - 3:28
3. "Monday Morning" - 3:38
4. "Please Don’t Go (Cry Baby)" - 3:15
5. "Ay Yo" - 3:18
6. "Walk On By" - 3:31
7. "You Stop My Heart" - 3:46
8. "Johnny" - 3:42
9. "Sad Songs" - 4:38
10. "Priceless" - 3:47
11. "It Kills Me" - 4:10
12. "Teach Him" - 4:10

Review Album: Mika – The Boy Who Knew Too Much


Sejak tahun 2007 mengenal musik Mika rasanya saya langsung jatuh cinta dengan musiknya yang ceria dan playfull. Melodi dan interpretasi Mika rasanya saat ini sulit ditandingi oleh musisi lainnya. Gaya bernyanyi Mika yang mengandalkan teknik falsetto tidak mudah untuk diimitasi artis musisi lainnya. September ini Mika merilis album keduanya, The Boy Who Knew Too Much. Meski single perdananya ‘We Are Golden’ masih terlalu mirip dengan lagu-lagu di album pertamanya, rasanya cukup menghibur setelah penantian selama hampir dua tahun. Dalam album ini lagu-lagu yang ditulis sebagian besar oleh Mika sendiri, dengan bantuan Jodi Marr yang juga pernah membantu menulis ‘Grace Kelly’, Walter Afanasieff yang pernah sukses menulis lagu dengan Mariah Carey, juga Rob Davis yang pernah menulis ‘Can’t Get You Out Of My Head’ untuk Kylie Minogue, serta peraih nominasi Grammy, Imogen Heap. Mika sendiri masih dibantu oleh produser musik, Greg Wells, seorang peraih nominasi Grammy juga, yang pernah membantu Mika dalam album perdananya, Katy Perry, Jamie Cullum, dll.
Dilihat dari daftar pendukung Mika ini tentu saja terbersit harapan yang tinggi terhadap karya Mika kali ini. Mika sendiri melukiskan albumnya kali ini bertemakan kenangan masa remaja, dan semacam lanjutan dari album pertamanya serta bernuansa gelap seperti alam gothic hasil fantasi Tim Burton.
Lantas bagaimana saya menilai album ini? Menarik, kupinggenic, sekaligus menyentuh secara melodi maupun lirik. Mendengarkan album ini bagaikan dibawa dalam sebuah pengalaman taman bermain musik. Ada sedikit unsur-unsur vintage seperti pada komposisi ‘Toy Boy’, ‘One foot Boy’ dan ‘Dr. John’ atau ‘Pick Up Off The Floor’ yang sedikit jazzy tunes. Meski secara lirik agak gelap, tapi Mika berhasil membawa kelugasan dalam bertutur. Coba dengarkan ‘Blame It On Girls’ yang ceria. Perhatikan liriknya.

He's got looks that books take pages to tell
He's got a face to make you fall on your knees

He's got money in the bank to thank
and i guess You could think he's livin' at ease

Like lovers on the open shore
what's the matter?

When you're sitting there with so much more
what's the matter?

While you're wondering what the hell to be.
Are you wishing you were ugly like me?

Blame it on the girls who know what to do

Blame it on the boys who keep hitting on you

Blame it on your mother for the things she said

Blame it on your father but you know he's dead


Nikmati juga ‘Dr. John’ yang bernuansa vintage ala The Beatles. Yang menarik dari album ini adalah Mika mampu mengangkat hal yang menyebalkan menjadi lebih menarik misalnya dalam komposisi ‘Rain’ yang up beat. ‘Rain’ langsung menjadi favorit saya. Begitu juga komposisi ballad ‘I See You’ yang dibawakan dengan orkestra yang terkesan megah ditambah strings arrangement yang menyayat sekaligus membuat lagu ini terkesan benar-benar menyayat hati. Komposisi ballad yang juga menarik perhatian saya adalah ‘By The Time’ yang ditulis Mika bersama Imogen Heap. Secara lirik maupun musikal benar-benar menyentuh. Over all memang album ini terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.


Track List:
1. We Are Golden
2. Blame It on the Girls
3. Rain
4. Dr John
5. I See You
6. Blue Eyes
7. Good Gone Girl
8. Touches You
9. By the Time
10. One Foot Boy
11. Toy Boy
12. Pick Up Off the Floor

Selasa, 05 Januari 2010

Review Album: Do You Want The Truth Or Something Beutiful - Paloma Faith



Aktris asal Inggris ini memang memiliki warna suara dan gaya bernyanyi yang sering dibandingkan atau lebih tepatnya dikatakan mirip dengan Amy Winehouse dan Duffy. Tetapi buat saya Paloma, yang berarti Merpati, memiliki sesuatu yang baru. Setidaknya saya merasa Paloma membawa angin segar di tengah kejenuhan terhadap Wino dan Duffy. Musik Paloma memang terasa perpaduan antara soul, pop dengan vocal dan gaya Paloma lebih nge-rock. Didukung oleh orkestra atau big band, sebagian besar lagu-lagu di album ini memang kompleks. Lebih condong ke adult contemporary. Pop ballad yang ditawarkan Paloma ini memiliki bobot ballad yang memikat. Coba simak ‘Stone Cold Sober’ yang menjadi debut single album ini atau ‘Broken Dolls’. Dengarkan juga ‘Do You Want The Truth Or Something Beautiful’ atau ‘Play On’ yang lebih kental nuansa baladanya, vocal Paloma terdengar menyayat dalam kelembutan. Sementara komposisi ‘Upside Down’ terdengar lebih swinging, begitu sedap untuk bergoyang. Coba simak juga ‘New York’ yang menjadi single kedua album ini, yang bertutur tentang seorang gadis yang kehilangan kekasihnya direbut seorang lady. Melodinya begitu membius dan memikat. Interpretasi vocal Paloma terdengar begitu berpadu dengan alunan backing vocal dari Souls of Prophecy Gospel Choir hingga membuat lagu ini terdengar megah. Sementara ‘Stargazer’sendiri terasa minimalis, pahit sekaligus manis.
Album Paloma ini terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja dari daftar koleksi saya.

Track List:
1. Stone Cold Sober
2. Smoke & Mirrors
3. Broken Doll
4. Do You Want the Truth or Something Beautiful?
5. Upside Down
6. Romance Is Dead
7. New York
8. Stargazer
9. My Legs Are Weak
10. Play On