Selasa, 22 Desember 2009

SELERA, MAJOR vs INDIE

Baru-baru ini seorang teman kontributor musik mengeluhkan seorang fanatik musik yang merendahkan selera musik kami para kontributor yang cenderung pada aliran musik yang mainstream macam Lady Gaga, Taylor Swift, dkk.

Kemudian satu dua minggu yang lalu juga saat kami mempublikasikan daftar album terbaik international yang beredar di Indonesia versi kami dari creativedisc.com, dan serta merta mendapatkan komentar yang merendahkan. Katanya maaf albumnya bisa didapatkan secara pasaran dan beredar luas bajakannya di Indonesia, lebih bagus listnya Rolling Stones.

So what gitu lho? Langsung aja gw jawab selera kami independen tidak terpengaruh oleh Rolling Stones sekalipun.

Yaiyalah hari gini, era internet, keterbukaan, demokratisasi, ada major ada indie. Jadi ya memang sekarang eranya seperti itu. Percuma saja membandingkan keduanya karena memang soal musik adalah penafsiran dan selera. Tidak ada absolut untuk soal seni. Semua tergantung individu. Kalau dulu mungkin majalah2 musik mapan macam Rolling Stones bisa dengan mudah mendikte pendengar musik, sekarang blogger2 musik pun menjadi referensi. Major dan indie berjalan bersama di jalurnya masing-masing. Kadang sependapat, kadang berbeda pendapat.

Kadang yang artis independen sering merendahkan yang artis mainstream karena dianggap tidak bermutu secara musikal. Tapi menurut gw sendiri, tidak mudah untuk menciptakan sebuah lagu, mengemasnya menjadi sebuah hit yang bisa meledak, laris manis dan melejitkan artis musisinya sendiri. Jadi sebenarnya dimensi untuk mengukur musik itu tidak hanya dilihat hanya bagus secara kualitas, ada poin lain yang bisa digali dari sebuah karya musik. Tapi tentu saja alangkah bagusnya jika bagus secara kualitas juga bagus secara komersial. Nah untuk terjadi keseimbangan seperti itu memang tidaklah mudah.